KORANJURI.COM – Keberlanjutan menjadi kunci Desa Wisata Jatiluwih di Tabanan, Bali meraih penghargaan dari United Nation Tourism atau organisasi PBB yang mengurusi soal pariwisata.
Jatiluwih berada di urutan ke-20 dari 55 Desa Terbaik di dunia yang masuk Best Tourism Villages 2024 versi UN Tourism. Penghargaan itu diterima di Kota Cartegana de Indias, Colombia pada 14 November 2024.
Pesona keindahan Jatiluwih menyita perhatian dengan menyingkirkan 260 Desa Wisata yang diajukan dari 60 negara di dunia.
Pada waktu yang sama, Jatiluwih juga menerima penghargaan Desa Wisata Kreatif Unggul (Dewiku) dari Bank Indonesia. Subak Warisan Budaya Dunia UNESCO di Bali itu mendapatkan apresiasi khusus Desa Wisata Friendly Digital. Penghargaan Nasional itu diterima pada 21 November 2024.
Kepala Pengelola Desa Wisata Jatiluwih I Ketut Purna mengatakan, kunci keberhasilan Jatiluwih mendapatkan penghargaan dunia karena indikator sustainable yang ada di desa tersebut.
Jhon menyebut eco tourism dan green tourism yang berkelanjutan paling ditekankan dalam penilaian. Masyarakat di Desa Jatiluwih, kata Jhon, memiliki andil terbesar dalam mempertahankan keberadaan sawah dan subak.
“Ada 20 indikator yang harus terpenuhi dan salah satunya keberlanjutan, ini menjadi indikator utama dan penuh tantangan karena terkait banyak hal untuk menjaga keberlanjutan,” kata pria yang akrab disapa Jhon Purna ini di Denpasar, Senin, 25 November 2024.
Melalui Kementerian Pariwisata, Indonesia mengajukan 8 Desa Wisata ke UN Tourism untuk dinilai. Dari Bali diwakili Desa Jatiluwih, Tabanan dan Desa Pemuteran di Buleleng. Namun, Desa Pemuteran yang terkenal dengan eksotisme terumbu karangnya gagal meraih penghargaan.
“Dari Indonesia hanya dua Desa Wisata yang mendapat Best Tourism dari UN Tourism, Jatiluwih dan Desa Wukirsari di Bantul, DIY,” ujarnya.
Ia mengatakan, hanya punya waktu sebulan untuk memenuhi persyaratan pendaftaran sebagai kandidat desa wisata terbaik UN Tourism. Kerja keras itu membuahkan hasil ketika pada Oktober sudah ada keputusan peraih Best Tourism Villages 2024.
“Ada kebanggaan ketika saya di Cartagena nama Indonesia disebut, nama Jatiluwih disebut, Wukirsari disebut, itu bangga banget,” kata Jhon.
Keindahan alam panorama sawah dan subak yang sarat dengan filosofi menjadikan desa Jatiluwih mendunia. Jhon mengungkapkan, mempertahankan keaslian Jatiluwih tidak mudah.
Menurutnya, berbicara tentang Jatiluwih bukan hanya soal sawah dan subak, tapi di situ ada hutan, tradisi dan budaya yang harus tetap terjaga kemurniannya.
“Makanya setelah ini, kita akan selalu mengadakan festival-festival, bagaimana kita menggali potensi kearifan lokal,” kata Jhon Purna. (Way)