KORANJURI.COM – Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Badung, I Ketut Widia Astika mengaku telah mengevaluasi pengawas ujian nasional menyusul ‘rapor merah’ yang diberikan Ombudsman RI (ORI) Bali terhadap temuan kecurangan UN tingkat SMA/SMK di Kabupaten terkaya di Bali itu. Menurut Astika, pengawas yang kinerjanya kurang baik tidak akan ditugaskan lagi untuk UN tahun depan.
“Peran pengawas ini menggantikan peran sekolah saat ujian berlangsung. Seharusnya mereka bekerja sesuai POS UN yang sudah ada dan saya selalu ingatkan itu kepada kepala sekolah agar menjaga pelaksanaan ujian nasional berintegritas,” jelas Widia Astika kepada Koranjuri.com, Rabu 27 April 2016.
Soal temuan telepon seluler yang dibawa siswa di dalam ruangan ujian, menurut Astika, seharusnya pengawas melakukan pemeriksaan secara cermat. Sehingga tidak ada peluang bagi siswa bisa lolos membawa perangkat elektronik yang sudah jelas dilarang dalam rambu-rambu ujian nasional.
Sedangkan sekolah sebagai penanggungjawab ujian nasional , menurut Widia Astika, juga perlu berperan secara aktif. Di sisi lain, Widia Astika menolak kerja asal-asalan pengawas dikaitkan dengan fee kecil yang diterima.
“Ini tidak ada korelasinya sama sekali. Sekalipun fee-nya besar kalau mental individunya yang tidak baik, semua bisa saja terjadi. Jadi fee kecil itu tidak ada hubungannya, jangan dikaitkan dengan itu,” ujar Widia Astika.
Berkaca dari pengalaman UN sekarang, pihaknya kini tengah mempersiapkan ujian nasional CBT untuk tahun depan. Bahkan menurut Widia Astika, tahun 2018 seluruh sekolah tingkat SMP di wilayahnya sudah beralih dari ujian kertas menjadi ujian berbasis komputer yang dinilai dapat menekan terjadinya kecurangan.
Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK, pihaknya masih menunggu perubahan pengelolaan SMA/SMK yang akan diambil alih oleh Pemprov Bali tahun 2017 mendatang.
“Tingkat SMP Sudah ada 10 sekolah yang mengajukan diri untuk UNBK tahun depan. Kami sudah meresponsnya di anggaran perubahan,” jelas Ketut Widia Astika.
way