KORANJURI.COM – 37 penulis, seniman, dan budayawan muda Bali bakal bertemu dalam festival sastra ‘Bali Berkisah’ di Graha Yowana Suci, Denpasar, 22-23 Maret 2025.
Festival ini menjadi ruang bagi penulis, seniman, dan masyarakat untuk menghidupkan kembali cerita-cerita dalam dunia literasi, seni, dan budaya Bali.
Carma Mira, Dosen Sastra Jawa Kuno yang terlibat dalam festival mengatakan, Bali Berkisah menjadi wadah pemahaman baru literasi tentang kebudayaan di Bali terus berkembang.
“Selama ini belum banyak yang tahu ada karya sastra moderen seperti novel, cerpen dan puisi,” kata Carma, Kamis, 20 Maret 2025.
Carma yang juga penulis cerita anak berbahasa Bali ini menekankan, minat masyarakat terhadap karya sastra moderen masih sangat rendah.
Ditambah lagi, tantangan lain yang dihadapi penulis cerita berbahasa daerah saat akan menerbitkan karyanya. Penerbit lebih memilih karya sastra berbahasa Indonesia.
“Sebuah karya sastra moderen, karya sastra harus ada pembacanya, tapi minat karya sastra terhadap Bali modern masih sangat rendah. Belum lagi, akses ke publisher tidak semudah karya sastra berbahasa Indonesia, menurut saya itu lingkaran setan,” kata Carma.
Penulis muda dan kreator konten perjalanan asal Bali Wangsa Loka, juga akan tampil melalui karya tulisannya berjudul ‘Kelana’. Ia mengisahkan tentang perjalanan yang dia lakukan mampu mengubah perspektif perempuan.
“Saya suka melakukan perjalanan, dan di setiap tempat yang saya kunjungi, banyak gagasan-gagasan baru tentang bagaimana perempuan memandang segala hal,” kata Wangsa.
Sedangkan, Putu Tiwi mengenalkan buku karyanya berjudul ‘Melawan Bahasa Patriarki’ yang terbit tahun 2023. Ia memandang, selama ini perempuan diposisikan sebagai gender kelas dua.
Dalam bukunya, mahasiswa Ilmu Sosial dan Politik Universitas Padjajaran ini ingin menyampaikan pesan, setiap perempuan punya bahasa dan peluang yang sama untuk menciptakan untuk meraih peluang.
“Ini bukan untuk mengungguli laki-laki, tapi kenapa hanya laki-laki yang jadi penentu utama,” kata Putu Tiwi.
Bali Berkisah merupakan rangkaian pertemuan penulis muda dengan penulis senior dari Bali dan nasional. Selama dua hari, format acara yang disajikan antara lain, mendongeng, bincang inspiratif, lokakarya kreatif, tur sejarah, peluncuran buku, diskusi sastra, hingga pertunjukan seni.
Festival ini juga menjadi kesempatan bertemu dengan penulis senior Bali seperti, Wayan Jengki Sunarta, Tan Lio Ie, dan Mas Ruscita Dewi.
Sosok penulis yang punya nama besar juga akan hadir seperti Dee Lestari dan Henry Manampiring. Mereka akan menjadi narasumber dalam percakapan lintas budaya. (Way)