KORANJURI.COM – Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Herliani Tanoesoedibjo mengatakan, Satu-satunya cara untuk memulihkan ekonomi pariwisata adalah dengan beroperasi kembali.
Lesunya sektor pariwisata akibat pandemi covid-19 menyebabkan wilayah seperti Bali harus kehilangan pendapatan rata-rata Rp 9 trilyun per bulan.
“Sektor Pariwisata sangat mengandalkan pergerakan manusia, sementara saat ini pembatasan perjalanan masih dilakukan negara lain,” kata Angela dalam dialog virtual ‘Tourism Industry Post Covid-19: Survival dan Revival Strategy’, Jumat, 16 Oktober 2020.
Untuk ketahanan pengusaha pariwisata, kata Angela, Pemerintah Pusat melalui Menkeu menyetujui usulan Hibah Pariwisata terdampak COVID-19 untuk Kabupaten/Kota se-Bali.
Daerah yang mendapatkan hibah, merupakan daerah tujuan pariwisata yang mengalami gangguan keuangan dan penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak hotel dan restoran.
Total hibah pariwisata sebesar Rp 3,3 trilyun. Di wilayah Bali, 9 Daerah Kabupaten/Kota memperoleh Rp 1,183 trilyun atau sekitar 36,4%. Hibah Pariwisata tersebut dialokasikan untuk pelaku usaha pariwisata sebesar 70% dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 30%.
Dalam talkshow itu, Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menjelaskan strategi Bali bertahan di tengah pandemi. Selama hampir 8 bulan, kata Cok Ace, pariwisata Bali mengalami dorman.
“Bali kehilangan devisa rata-rata 9 trilyun per bulan,” kata Cok Ace.
Mempercepat kondisi mati suri pariwisata, Pemprov Bali mengambil kebijakan membuka pariwisata untuk warga lokal sebagai pembuka. Kemudian diikuti oleh wisatawan nusantara pada 31 Juli 2020.
“Masyarakat lokal Bali juga wisatawan. Setelah wisdom dibuka, saat ini sudah ada 2.500 penerbangan ke Bali, 40 persennya adalah wisatawan yang akan tinggal di Bali,” kata Cok Ace.
Sementara, Kepala Perwakilan wilayah Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Trisno Nugroho mencermati Bali sebagai salah satu destinasi wisata dunia yang perlu dijaga.
Bank Indonesia bersama Perbankan di Bali berupaya menjaga kepercayaan dunia melalui penerapan pembayaran non sentuh. Kebijakan itu dituangkan melalui program QRIS sebagai alat transaksi non tunai.
“Saat ini sudah ada 138 ribu pengguna QRIS di Bali. Survive memang diperlukan dalam kondisi pandemi, apalagi 54 persen ekonomi Bali mengandalkan pariwisata,” kata Trisno. (Way)