KORANJURI.COM – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran transaksi keuangan dari bisnis seksual anak yang nilainya cukup fantastis.
Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK Natsir Kongah mengatakan, data tahun 2024 terdapat 303 kasus anak korban eksploitasi seksual. Anak korban ini berada di rentang usia 10-18 tahun.
BACA JUGA
PPATK Ungkap Aksi Kejahatan Seksual Terbesar dari Daerah Wisata, Bali Termasuk?
Ia merinci, dari kasus yang terungkap, 120 anak merupakan korban perdagangan dan sisanya korban human tracking di Indonesia.
“Jumlah transaksinya mencapai 130.000 kali dengan nilai perputaran uang sebesar Rp127.371.000.000. Ini bukan sesuatu yang biasa-biasa saja ya, ini sesuatu yang luar biasa dan ini yang terpantau, lebih dari itu besar sekali,” kata Natsir di Denpasar, Rabu, 7 Agustus 2024.
Menurut Natsir, pelacakan PPATK itu diungkap melalui aktifitas transaksi perbankan. Transaksi itu diketahui dari aliran dana yang berada dalam kisaran kecil antara Rp2 juta hingga Rp5 juta.
Menurutnya, pola yang terjadi biasanya dana itu ditransfer ke beberapa rekening terlebih dulu, kemudian dilanjutkan ke rekening yang lain.
Menurutnya, transaksi itu terjadi karena kemudahan pemanfaatan teknologi finansial yang banyak dikembangkan oleh jasa penyedia keuangan di ranah global.
“Jadi upaya PPATK dalam memerangi kejahatan seksual anak bukan hanya nasional tapi juga wilayah regional meliputi Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru hingga Pasifik,” ujarnya.
Konferensi ASEAN di Bali mengungkap, kasus tentang penyalahgunaan penyedia jasa keuangan dalam eksploitasi seksual anak, belakangan cukup banyak terjadi.
National Coordinator ECPAT Indonesia Ahmad Sofian mengatakan, ada tiga jenis mata uang sebagai alat transaksi yakni, rupiah, dolar amerika dan Euro. Besaran tarif paling rendah adalah jenis prostitusi.
Sedangkan tarif tertinggi terdapat pada penawaran live streaming untuk tujuan seksual. Kisarannya antara Rp100.000 hingga Rp5.000.000.
“Yayasan Bandung Wangi dan ECPAT Indonesia mengidentifikasi ada 26 anak yang
jadi korban eksploitasi seksual di ranah daring menggunakan transaksi live streaming,” kata Ahmad Sofian.
“Pembayarannya melalui fintech seperti e-wallet maupun pembayaran lainnya yang tersedia di platform tersebut,” tambahnya. (Way)