KORANJURI.COM – Jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah di Kabupaten Purworejo hingga saat ini mencapai 2.165 anak. Mereka tidak bersekolah, karena beberapa faktor. Salah satunya, karena putus sekolah.
Di SMP N 32 Purworejo, yang berlokasi di Desa Karangduwur, Kemiri, jumlah siswa putus sekolah dari tahun 2017 hingga 2019, mencapai 24 siswa, atau rata-rata 8 siswa pertahunnya. Hal ini, menjadi keprihatinan tersendiri bagi sekolah.
Hal itu terungkap dalam Sosialisasi Angka Putus Sekolah dan Permasalahan Siswa SMP Negeri 32 Purworejo Tahun 2019, Senin (30/12), di aula setempat, yang menghadirkan narasumber Dwi Susi Herawati, S,Psi dari Praba Islamic School.
“Solusi untuk menekan/mengurangi siswa putus sekolah ini, salah satunya dengan memaksimalkan kegiatan parenting di sekolah,” ujar Sukmo Widi Harwanto, SH, MM, Kadinas Dikpora Kabupaten Purworejo, yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Dengan kegiatan parenting (paguyuban orangtua siswa) ini, menurut Sukmo, akan terjadi pendekatan secara psikologis antara orang tua, siswa, dan sekolah (guru), sehingga bisa dicari solusi/jalan keluar jika siswa mengalami suatu permasalahan.
“Dengan memaksimalkan kegiatan parenting, semoga saja tak ada siswa putus sekolah lagi,” harap Sukmo.
Selain Sukmo, kegiatan tersebut juga dihadiri Pengawas SMP, Camat Kemiri, Kapolsek Kemiri, Danramil Kemiri, Komite dan Parenting SMP Negeri 32 Purworejo, Kepala Desa sekitar, serta segenap tamu undangan.
Sementara itu, Agung Setiono, SE, MPd, selaku penanggung jawab kegiatan, sekaligus Kepala Sekolah SMP N 32 Purworejo menyampaikan, bahwa tujuan dari kegiatan tersebut, membentuk sistem penanganan permasalahan siswa bersama stake holder yang ada, serta menjalin kerja sama dengan Forkopimcam.
“Yang pasti, bisa menekan angka putus sekolah di SMP Negeri 32 Purworejo, juga sebagai langkah preventive kenakalan remaja,” ujar Agung Setiono.
Dalam paparannya, Agung menyampaikan, bahwa permasalahan siswa yang terjadi di sekolah, umumnya karena merokok di sekolah, berkelahi, membawa HP dan berkonten porno, membolos dan nongkrong di PS, bersolek terlalu berlebihan bagi perempuan, potongan rambut tidak layak dan diwarnai, malas belajar & kurang motivasi orang tua, berpacaran, semangat belajar rendah.
Dan tindakan yang dilakukan pihak sekolah, untuk pelanggaran ringan, langsung diingatkan, 2 pelanggaran sedang/berat, pemanggilan siswa dan pembinaan, pemberian sanksi, pemanggilan orang tua, home visit/kunjungan ke rumah siswa, serta evaluasi dan pengawasan.
“Dan sebagian besar siswa bermasalah ini, ikut wali,” ungkap Agung. (Jon)