Jika berada di Kampung Muslim Gelgel, suasana yang terlihat cukup kontras dengan suasana di Bali pada umumnya. Rumah-rumah dan bangunan yang berada di kampung tersebut justru lebih mirip kampung yang berada di pulau Jawa.
Aktifitas masyarakatnya juga tak lepas dari kegiatan spiritual atau kerohanian di masjid. Kegiatan keagamaan memuncak pada saat bulan suci Ramadan.
Usai salat Tarawih, biasanya warga dengan tekun membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an secara bergiliran. Pembacaan ayat suci ini sampai tamat 30 juz tiap sepuluh hari, sehingga dalam sebulan tiga kali khataman.

Sikap kegotongroyongan juga tercermin pada saat kegiatan keagamaan yang dipusatkan di masjid Nurul Huda, utamanya pada bulan Ramadhan. Dikatakan, untuk kegiatan tadarusan, warga dikenai iuran wajib yang disebut puluran berupa kegiatan untuk menyediakan kue dan minuman untuk para pembaca ayat Al-Qur’an.
Selanjutnya, kalau sudah khatam Al-Qur’an, ada kewajiban untuk menyediakan sagi atau makanan berikut lauk-pauknya.
”Warga mengeluarkan puluran dan sagi secara bergiliran. Biasanya, saat khataman warga berduyun-duyun ke masjid sambil memanjatkan doa bersama.
Secara umum, tradisi Islam yang berkembang di Kampung Gelgel dekat dengan kebiasaan warga yang tinggal di Jawa. Tradisi itu diwariskan secara turun temurun. (Way)