Koster Temui Petani Arak dan Garam Tradisional di Karangasem

oleh
Wayan Koster menemui petani arak Bali di Karangasem di sela Kampanye Terbuka Tahap I di Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Karangasem pada Senin (30/9/2024) - foto: Ist.

KORANJURI.COM – Perajin arak di Karangasem mengungkapkan pendapatan dari hasil penjualan arak Bali meningkat.

I Nengah Tami, seorang perajin arak Bali di Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Karangasem mengaku mendapatkan penghasilan signifikan.

Dalam sekali musim panen, periode 6 bulan sekali, ia mampu mengantongi pemasukan Rp18 juta.

Hal itu disampaikan Nengah Tami saat bertemu Cagub Bali I Wayan Koster di sela Kampanye Terbuka Tahap I di Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Karangasem pada Senin (30/9/2024).

“Jadi rata-rata Rp3 juta per bulan atau Rp100 ribu per hari. Dalam sebulan saya bisa produksi 6 jeriken berisi 60 liter,” kata Nengah Tami.

Arak yang diproduksinya kemudian dijual kepada pengepul seharga Rp10 ribu per botol. Dulunya, menurut Nengah Tami, sebotol arak hanya dihargai Rp5 ribu.

“Tapi pernah juga mencapai Rp18 ribu per botol,” ungkapnya.

Astungkara, sekarang harga arak lebih stabil dan kadang naik,” tambah Nengah Tami.

Untuk meningkatkan perekonomian para perajin arak di Bali, Bali memiliki Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Distilasi Khas Bali.

Wayan Koster sebagai penggerak komunitas lokal saat menjabat sebagai gubernur Bali periode 2018-2023, menyatakan akan memordenisasi alat produksi arak bagi perajin tradisional.

“Arak Bali sekarang sudah naik kelas dan terkenal. Sudah masuk hotel-hotel dan restoran untuk dikonsumsi turis-turis asing, bahkan diekspor,” kata Koster.

Petani Garam

Di Pantai Tukad Sayung, Desa Baturingkit, Kecamatan Kubu, Karangasem, Koster bertemu petani garam tradisional. Di situ ada 2 kelompok petani garam yang menggarap lahan seluas 49 are.

I Nengah Redesa, salah satu petani garam tradisional menyampaikan keluh kesah soal anjloknya harga garam produksi mereka, akibat serbuan produk garam dari Jawa.

“Sekarang harganya cuma Rp3 ribu per kilo Pak, tahun kemarin harganya lumayan Rp6 ribu per kilo,” kata Radesa.

Harganya yang anjlok membuat para petani garam lebih memilih menyetok hasil produksi mereka.

“Kami di sini bisa menghasilkan garam rata-rata 300kg per minggu per orang dan tergantung musim. Kalau musim hujan, iya kami tidak berproduksi, biasanya kami mulai produksi bulan Mei sampai Desember,” kata Nengah Radesa.

Dari sisi kualitas produk, garam lokal lebih unggul dibanding garam lain sejenis. Hanya saja, masih terkendala dalam ccara pengemasan dan rasa.

Menanggapi hal itu, Wayan Koster akan membantu petani garam tradisional agar produk mereka bersaing di pasaran.

Saat menjabat gubernur 2018-2023, ia telah menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.

“Berkat Pergub Bali 99/2018, sekarang sudah banyak produk lokal yang bisa masuk pasar swalayan dan modern,” kata Koster. (*/Way)

KORANJURI.com di Google News