KORANJURI.COM – Berbagai ormas di Purworejo, seperti FPI (Front Pembela Islam), Muhammadiyah, Tapak Suci, GEMPUR (Gerakan Masyarakat Purworejo), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Kokam, dan sejumlah ormas lainya, melakukan aksi demo, Jum’at (10/07/2020).
Aksi yang dilakukan usai sholat Jum’at itu, diikuti oleh ratusan orang, yang terpusat di alun-alun Purworejo, dengan tujuan menolak RUU HIP (Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila).
Mereka menilai, RUU HIP sebagai gerakan makar, dan mengancam ideologi negara Pancasila. Sejumlah tokoh masyarakat dan keagamaan yang hadir juga memberikan orasi secara bergantian.
“Siap mati karena Allah?, siap mati untuk NKRI?, Takbir!,”
“Kami bersumpah, jika RUU HIP tidak ditunda, atau tidak dirubah, kami umat islam siap berjuang hingga titik darah penghabisan, Takbir!,”
“Perangi komunis, gayang PKI, takbir!”
Demikian, orasi yang terus terdengar selama aksi berlangsung, dan mampu membakar semangat para peserta aksi.
Pancasila, merupakan harga mati. Tidak boleh ada perubahan. Pihak yang ingin merubah pancasila melalui RUU HIP dinilai musuh negara dan harus diperangi bersama.
Salah satu orator juga mengingatkan kepada massa aksi untuk waspada akan bangkitnya PKI, yang diduga telah menyusup ke sistem pemerintahan Indonesia.
“Kita lawan komunis. Kita latih anak istri kita untuk berperang melawan mereka karena mereka tidak punya belas kasihan, Allahu Akbar!,” sorak salah satu orator dari MMI
Usai menggelar aksi, massa melanjutkannya dengan pawai mengitari Alun-alun Purworejo, dan terus bergerak ke Kantor DPRD setempat, untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada wakil rakyat. Petugas dari polisi dan TNI tampak berjaga dan terus mengawasi jalannya aksi.
Koordinator aksi, Muhammad Luthfi Rohman (30), mengatakan aksi ini ditujukan untuk mendukung maklumat MUI (Majelis Ulama Indonesia) terkait RUU HIP. Massa juga menuntut negara untuk menangkap inisiator RUU HIP, karena telah terbukti makar.
“Kita menuntut inisiator RUU HIP diusut karena telah makar kepada negara karena telah mengubah ideologi menjadi ekasila. Bagaimana mungkin ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ (dalam Pancasila) dirubah menjadi ‘ketuhanan yang berkebudayaan’. Kebudayaan itu sifat manusia yang tidak boleh disandarkan kepada Tuhan,” kata Gus Luthfi, demikian laki-laki ini akrab disapa.
Sesampainya di gedung DPRD Kabupaten Purworejo, massa diterima oleh para pimpinan dewan. Pada para wakil rakyat itu, mereka menyampaikan aspirasinya.
Menanggapi hal itu, Dion Agasi selaku Ketua DPRD Purworejo mengatakan, bahwa apa yang disampaikan ke dewan tersebut dan akan disampaikan ke pusat
“Saya setuju Pancasila harga mati dan abadi,” ujar Dion penuh semangat. (Jon)