Banyak Versi di Gunung Kemukus, Juru Kunci: Ritual Seks itu Salah

oleh
Rumah penduduk id Gunuung Kemukus yang kerap disewakan kepada peziarah untuk menginap - foto: Media/Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Banyak versi melatarbelakangi keberadaan Gunung Kemukus hingga menjadi seperti sekarang. Versi itu pun berkembang menjadi mitos yang terlanjur dipercaya oleh masyarakat. Bahkan terkait dengan mitos ritual seks di lokasi itu, salah satu Juru Kunci Gunung Kemukus, Muhammad Widanto (50) menegaskan, cerita itu sengaja diciptakan orang-orang tak bertanggungjawab untuk memanfaatkan situasi.

Gunung Kemukus terletak di Desa Pendem, Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

“Menurut kami mitos itu sudah melenceng dari ruh dan sejarah makam Pangeran Samudera,” Ujar Muhammad Widanto (50).

Pria yang akrab disapa dengan Tojiman ini meyakini, dari kisah-kisah yang ada, Pangeran Samudera merupakan pemeluk agama Islam yang taat.

“Versi sejarah dari pangeran Samudera sudah bergeser atau mengalami banyak versi. Jadi sangat dipengaruhi dari siapa cerita itu diturunkan,” kata pria yang mengaku telah menjadi generasi ke-8 dari semua keturunan juru kunci makam Pangeran Samudera.

Versi pertama, yaitu Pangeran Samodra merupakan putra Prabu Brawijaya Pamungkas V yang berzina dengan ibu tirinya, salah seorang selir Brawijaya V bernama Raden Ajeng Ontrowulan. Peristiwa itu terjadi menjelang keruntuhan Majapahit pada 1478, atau sekitar abad ke-15.

Petilasan atau bekas suatu tempat yang diyakini sebagai Senang Ontrowulan - foto: Media/Koranjuri.com
Petilasan atau bekas suatu tempat yang diyakini sebagai Senang Ontrowulan – foto: Media/Koranjuri.com

Prabu Brawijaya sangat murka mengetahui perselingkuhan itu. Keduanya lalu diusir dari istana dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal di sana. Konon, sebelum meninggal, Pangeran Samodra berpesan, kalau suatu saat tempat itu dipenuhi peziarah, dan keinginan para peziarah akan terkabul bila mereka mau melakukan apa yang dilakukannya bersama ibu tirinya, yakni berselingkuh. Dan persetubuhan itu harus dilakukan pada malam Jumat Pon atau Kliwon. Kini selain jumat tersebut, saat menjelang hari raya 1 Suro, juga padat oleh peziarah.

Jadilah karena versi cerita ini, maka pengunjung menganggap bahwa ritual seks dengan sesama pengunjung menjadi syarat mutlak jika ingin ritualnya sempurna. Sebab jika ritual sempurna, maka keinginan pasti cepat terkabul. Tak heran adegan seks liar bisa dijumpai di alam bebas. Seperti semak-semak, bawah pohon, atau dekat pinggiran sungai (waduk).

Namun adegan itu hanya bisa dijumpai sekitar awal-awal tahun 1970-an hingga menjelang akhir tahun 1980-an. Waktu itu sudah lumrah adegan khusus orang dewasa itu tak pernah kena sensor atau digerebek aparat. Semua memang berjalan wajar dan apa adanya. Namun pengakuan dari beberapa saksi menyatakan ketidaksenangannya oleh ritual tersebut.

Seorang pedagang makanan di sekitar makam, Bu Slamet (47), mengaku dirinya pernah menjumpai adegan seks tersebut di dekat warungnya. Karena merasa risih, ia pernah menendang pasangan tersebut agar menjauh dari warungnya.

“Ya saat itu tiba-tiba saja saya jengkel, terus saya tendang pasangan tersebut,” ujar wanita yang mengaku sudah berjualan mie selama 18 tahun di sekitar kompleks makam Pangeran Samudera.

Versi kedua, yaitu Pangeran Samudra adalah seorang Putra Raja Majapahit terakhir dari ibu selir. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, Pangeran Samudra yang berusia 18 tahun tidak ikut melarikan diri seperti saudara-saudaranya yang lain. Beliau hijrah ke wilayah Demak Bintoro. Selama di Demak ia didampingi guru Sunan Kali Jaga

Saat besar Pangeran Samudra diperintahkan oleh Sultan Demak berguru pada Kyai Ageng Gugur di Lereng Gunung Lawu, dan mengemban misi untuk menyatukan saudara-saudaranya. Selama berguru beliau diberi ilmu tentang intisari ajaran Islam. Adapun sebenarnya Kyai Ageng Gugur adalah kakak Pangeran Samudera sendiri.

Selesai berguru Pangeran Samudra bersama kakaknya yaitu Kyai Ageng Gugur kembali ke Kerajaan Demak. Sepanjang perjalanan ia menyebarkan ajaran Islam, hingga sampailah di dukuh Doyong (wil Kec. Miri). Di dukuh ini sakit yang diderita semakin parah hingga Pangeran mengutus salah seorang abdi untuk mengabarkan kondisinya pada Sultan di Demak.

Akhirnya Pangeran Samudera meninggal. Lalu dimakamkan di perbukitan sebelah barat desa tersebut. Masyarakat sekitar memberi nama bekas tempat peristirahatan Pangeran Samudra dengan nama “Dhukuh Samudra” kini terkenal dengan nama dukuh Mudra. Kini di sekitar makam Pangeran Samudera juga dikuburkan beberapa tokoh masyarakat serta ulama Islam setempat. Seperti Kyai Imam Hanafi serta H. Mastahar.

Lalu seiring perkembangan sejarah, tiba-tiba muncul cerita, kalau seseorang punya keinginan atau minta sesuatu, orang tersebut harus melakukan ritual seks selama tujuh purnama dengan pasangan yang tetap. Tak heran, beberapa tahun lalu, tiap Jumat Kliwon, Gunung Kemukus selalu penuh dengan pasangan yang melakukan hubungan seks. Sayangnya, lambat laun, ritual tersebut malah menjadi ajang prostitusi berkedok lelaku tadi

Versi ketiga, yaitu menurut keterangan juru kunci. Menurut pak Tojiman, sejak kakek-kakek buyutnya menjadi juri kunci makam, cerita itu selalu sama dan dijaga kemurniaannya. Dulu Pangeran Samudera adalah seorang tokoh dari kerajaan akhir Majapahit yang bermutasi menjadi kerajaan Demak Bintoro. Dia diusir dari Kerajaan dan mengembara hingga sampailah di sebuah desa.

Di desa (yang belakangan bernama gunung Kemukus), Pangeran samudera jatuh sakit. Kondisi sakitnya didengar oleh Sultan Trenggana. Lalu beliau menyuruh istrinya, Dewi Ontrowulan untuk menyusul Pangeran Samudera. Maka berangkatlah Dewi Ontrowulan sendirian.

Sampai di sana, kondisi Pangeran Samudera semakin parah. Lalu Dewi Ontrowulan melakukan siram jamas di sebuah mata air. Yaitu mandi dengan memakai sunduk kembang (mandi kembang). Nah saat mandi inilah dengan tubuh telanjang yang masih basah, ia memeras serta mengibas-kibaskan rambutnya.

Pangeran Samudera akhirnya meninggal. Karena rasa sayangnya seorang ibu terhadap putranya, dewi Ontrowulan merangkul anaknya. Akibat rasa lelah dan rasa duka sangat mendalam akhirnya Dewi Ontrowulan ikut meninggal. Hingga oleh masyarakat sekitar ia dikuburkan dalam satu liang lahat. Jadi sebenarnya makam Pangeran Samudera adalah juga makam Dewi Ontrowulan.

“Jadi jika ditafsirkan, bahwa ritual harus melakukan hubungan seks, apalagi dengan bukan pasangannya jelas sangat menyimpang,” timpalnya lagi. (Med)

KORANJURI.com di Google News