Viral di Medsos, Penari Joged Bumbung Erotis dan Pengibing Dipanggil Satpol PP

oleh
Penari Joged Bumbung AR dan pengibing JD membuat surat pernyataan di Kantor Satpol PP Provinsi Bali agar tidak mengulangi aksi yang dilakukan - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Penari joged Bumbung yang melakukan aksi tak senonoh di Desa Songan, Kabupaten Bangli memenuhi panggilan Satpol PP Provinsi Bali.

Oknum penari dan pengibing yang mempertontonkan gerakan erotis itu dinilai melanggar norma tradisi, budaya dan etika berkesenian.

Mereka melakukannya saat pelaksanaan wali/piodalan di Merajan yang sarat dengan kesakralan kultur dan budaya.

“Jangan sampai kita sendiri yang membuat kebudayaan kita tercemar dan lama-lama menghilang, terkubur oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Rabu, 8 Mei 2024.

Oknum penari berinisial AR asal Buleleng dan pengibing (pasangan laki-laki) berinisial JD, mendatangi kantor Satpol PP Provinsi Bali.

JD, pengibing laki-laki mengungkapkan, kejadian tersebut berawal dari adanya kaul atau janji sekitar 4 tahun lalu. Janji itu terkait pelunasan pinjaman kredit pembelian truk.

“Kalau truknya sudah bisa lunas, saya berjanji akan ngaturang joged barung 3 di depan pelinggih rong telu di rumahnya,” kata JD.

Maka bertepatan dengan piodalan di Merajan Alit di rumahnya, JD mementaskan tiga Sekehe joged yang berasal dari Tabanan, Bangli dan Buleleng. Masing-masing Sekehe Joged membawa 2 orang penari, sehingga total ada 6 penari.

JD mengaku ditunjuk dan bersedia ngibing untuk mewakili keluarga. Menurutnya, itu dilakukan secara spontan lantaran tidak ada yang mau ditunjuk sebagai pengibing.

“Saya tidak menyadari saat itu memakai udeng layaknya seorang pemangku,” kata JD.

Video itu lantas viral dan menuai polemik dan kritikan dari masyarakat. JD sendiri mengaku tak menanggapi serius videonya yang viral. Ia mengaku tak bisa membaca dan menulis.

Pamong Budaya Ahli Muda Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Mahardika mengatakan, berkesenian dan melestarikan budaya membutuhkan kerjasama. Mahardika menambahkan, gerakan tarian wajib disesuaikan dengan pakem.

“Kostum yang sudah sesuai dengan aturan agar tidak diubah sesuka hatinya,” jelas Wayan Mahardika.

“Diharapkan jadi pembelajaran bagi seniman lain untuk tidak meniru. Terlebih di rekam dan diviralkan,” tambahnya. (Way)