Remaja Asal Flores Timur Minta Pendampingan Hukum soal Rekrutmen ke Luar Negeri

oleh
Remaja asal Kabupaten Flores Timur akhirnya meminta pendampingan hukum dari Divisi Advokasi dan Hukum PENA NTT Bali - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Setelah terkatung-katung selama dua tahun di Bali, remaja asal Kabupaten Flores Timur akhirnya meminta pendampingan hukum dari Divisi Advokasi dan Hukum PENA NTT Bali.

Sebelumnya, remaja asal Flores Timur NTT tersebut mengadu ke Polresta Denpasar pada Selasa (18/8/2020). Setelah pengaduan, para remaja yang diduga akan dijadikan TKI berkedok magang tersebut meminta kepada Divisi Advokasi dan Hukum PENA NTT untuk didampingi agar mereka mendapatkan keadilan.

Kepada media, Kuasa Hukum Yulius Benyamin Seran dari Divisi Hukum PENA NTT menjelaskan, surat kuasa sudah diberikan oleh para korban.

“Kami sudah menerima kuasa dari para korban. Mereka mengadukan tentang adanya dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan sebagaimana termaktub dalam pasal 378 KUHP, juncto pasal 372 KUHP yang diduga dilakukan oleh beberapa pihak,” ujarnya di Denpasar, Kamis (20/8/2020).

Menurut Benyamin Seran, para remaja yang rata-rata baru tamatan SMA tersebut berdasarkan nota kesepahaman dari para pihak di atas dijanjikan akan magang ke Jepang.

Perekrutan sudah dilakukan sejak tahun 2018 lalu namun hingga kini belum diberangkatkan.

“Dari fakta-fakta yang berhasil digali dari korban, mereka dijanjikan akan diberangkatkan ke Jepang. Dari Flores Timur, mereka sudah dites dan sudah dinyatakan lulus. Sampai di Bali tinggal diberangkatkan ke Jepang. Tes di Bali hanya formalitas,” kata Yulius Benyamin Seran.

Ia melanjutkan, sampai di Bali mereka dites lagi dan banyak yang tidak lulus dan sampai dua tahun terkatung-katung tanpa ada kejelasan,. Sementara biaya yang ditanggung mencapai puluhan juta. Ini masuk dugaan penipuan.

Disebutkan Seran, fakta-fakta yang mengarah ke tindak pidana penipuan terindikasi dalam proses perekrutan. Dikatakan, mereka sudah lulus di Flores Timur dan di Bali hanya tes formalitas. Faktanya, saat tes di Bali ada banyak yang tidak lulus.

“Kalau tahu tidak lolos, kenapa mereka harus diberangkatkan ke Bali dan harus menyetor sejumlah biaya. Kenapa mereka tidak ditest di Larantuka saja, sehingga kalau tidak lulus, mereka tetap berada di kampung halamannya,” ujarnya.

Dalam MoU, para remaja ini rencananya diberangkatkan ke Jepang untuk program magang atau kuliah sambil kerja. Namun karena saat ditest di Bali tidak lolos, mereka dipindahkan ke Taiwan.

“Penyampaian pindah negara itu hanya dilakukan secara lisan, tidak tertuang dalam dokumen perjanjian. Ini juga penipuan. Sebab, dalam MoU, para remaja ini akan diberangkatkan ke Jepang, bukan ke Taiwan. Tidak ada sama sekali dokumen yang bisa dipegang untuk menjadi kekuatan hukum bilamana di kemudian hari terjadi sesuatu,” jelasnya.

Pihaknya menduga, ada pihak-pihak yang menggunakan modus pengiriman TKI ke luar negeri dan mengambil keuntungan dari upaya tersebut.

Dari kasus ini, pihaknya meminta agar kepolisian segera menyidik dugaan penipuan dan human traficking.

“Kita juga mendengar kalau Gubernur NTT sudah tegas melarang mengirimkan tenaga kerja keluar negeri apalagi yang berbau perdagangan manusia. Sebab, di antara para korban sebelumnya ada yang belum cukup umur,” ujarnya. (*)

KORANJURI.com di Google News