PHDI dan MDA Keluarkan SKB Batasi Kegiatan Hare Krishna

oleh
Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet dan juga Ketua PHDI Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Sudiana seusai mengumumkan Keputusan Bersama di Kantor MDA Provinsi Bali, Renon, Denpasar, Rabu (16/12/2020) - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) terkait keberadaan gerakan aliran kepercayaan diluar Non-Dresta Bali.

Keputusan bersama Nomor: 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan Nomor: 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020 menyatakan tentang Pembatasan Kegiatan Pengembanan Ajaran Sampradaya Non-Dresta Bali di Bali.

“Sampradaya (aliran kepercayaan) non-dresta Bali dalam pengembanan Ajaran nya, selama ini menimbulkan keresahan dan protes dari masyarakat, sehingga sangat mengganggu kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu di Bali,” kata Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, Rabu (16/12/2020).

Seperti diketahui, selama ini di Bali banyak muncul penolakan terhadap gerakan Hare Krishna. Organisasi keagamaan gerakan Hindu Gaudiya Waisnawa, yang didirikan tahun 1966 di New York, Amerika Serikat itu, dinilai tidak sesuai dengan ajaran Hindu Bali.

Agung Putra Sukahet mengatakan, demi menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu, serta pelaksanaan kegiatan pengembanan ajaran sampradaya non-dresta Bali di Pulau Dewata, perlu diatur dengan Keputusan Bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali.

“Untuk itu, perlu menetapkan Keputusan Bersama tentang Pembatasan Kegiatan Pengembanan Ajaran Sampradaya non-dresta Bali di Bali,” jelas Sukahet.

Ada delapan poin dalam surat keputusan bersama ini yakni, pertama PHDI dan MDA secara bersama melindungi setiap usaha penduduk menghayati dan mengamalkan aharan agama dan kepercayaan sepanjang tidaj bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, serta tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.

Kedua, Sampradaya non-dresta Bali merupakan organisasi dan juga perkumpulan yang mengemban paham, ajaran, dan praktek ritual yang tata pelaksanaannya tidak sesuai dengan adat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal.

Ketiga, untuk menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban beragama Hindu serta pelaksanaan kegiatan ajaran Sampradaya non-dresta Bali, maka dilarang menggunakan pura dan wewidangan, tempat umum atau fasilitas publik seperti jalan, pantai dan lapangan.

Keempat, penganut, anggota, pengurus, simpatisan sampradaya non-dresta Bali dilarang menafsirkan terhadap ajaran dan tatanan pelaksanaan ajaran agama Hindu di Bali, mengajak atau mempengaruhi, menyebarluaskan, memasukkan ke dalam buku pelajaran, mengajarkan, melakukan ritual yang menyerupai kegiatan keagamaan Hindu Bali.

Kelima, kepada penganut, anggota, pengurus, atau simpatisan Hare Krishna atau International Society Krishna Consciousness (ISKCON) beserta organisiasinya agar sungguh-sunguh melaksanakan keputusan ini.

Keenam, bagi yang tidak menaati akan diberikan sanksi hukum sesuai Peraturan Perundang-undangan dan juga Hukum Adat.

Ketujuh, masyarakat berkewajiban nerperan aktif untuk membanru pelaksanaan keputusan bersama ini.

kedelapan, keputusan bersama ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan yakni, Rabu 16 Desember 2020. (Way)

KORANJURI.com di Google News