BNPT: Indeks Potensi Radikalisme 2020 Menurun Dibanding Tahun Sebelumnya

    


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Raffi Amar (tengah) memberikan keterangan Survey Nasional BNPT 2020 di Nusa Dua Bali, Rabu, 16 Desember 2020 - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPT) melakukan survei tahun 2020 terhadap 13.700 responden dari 32 provinsi di Indonesia.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui sejauhmana paparan radikalisme terhadap generasi muda. Survei nasional tersebut mengupayakan penguatan kebhinnekaan dan literasi digital dalam upaya menangkal radikalisme.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Raffi Amar mengatakan, sasaran radikalisme adalah anak-anak muda. Para pelaku radikalisme melihat generasi milenial masih memiliki masa depan.

Boy Rafly mengatakan, jaringan teroris global menggunakan sarana digital yang dilakukan secara masif di seluruh dunia. Boy Rafly menyebut ada dua kutub jaringan teroris global yang mendominasi gerakan radikalisme yakni, Al-Qaeda dan Isis.

“Radikalisasi di dunia digital tidak bisa dihindarkan, karena mereka melihat penggunanya sangat tinggi, terutama generasi milenial, generasi Z,” kata Boy Rafly dalam Rapat Koordinasi Nasional Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) diNusa Dua, Bali, Rabu, 16 Desember 2020.

Dunia digital dijadikan sarana untuk merekrut pengikut. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kata Rafly, seruan radikalisme menjaring pengikut dari 120 negara di dunia dengan pengikut mencapai 30 ribu hingga 45 ribu orang.

Boy Rafly mengatakan, diseminasi dunia maya cukup efektif dalam menyebarkan gerakan radikalisme. Indonesia menurutnya, sampai saat ini masih menghadapi kelompok jaringan terorisme di tingkat lokal.

“Artinya mereka masih menjadi bagian dari kelompok yang diburu oleh aparat penegak hukum. Contohnya seperti yang ada di Poso, masih ada 11 orang. Mereka menyatakan secara terang-terangan menyatakan di dunia maya berbaiat dengan Isis,” kata mantan Kapolda Papua ini.

Sementara, beberapa temuan penting dalam Survey Nasional BNPT 2020 yakni:

Indeks potensi radikalisme mengalami penurunan dibanding tahun-tahun
sebelumnya. Tren ini, kata Boy Rafly, jangan membuat BNPT, pemerintah, dan semua elemen lengah dalam menangkal radikalisme di masyarakat.

Indeks potensi radikalisme cenderung lebih tinggi di kalangan perempuan,
masyarakat urban, generasi muda (gen Z dan milenial). Termasuk, masyarakat yang aktif mencari dan menyebar konten keagamaan di internet dan media sosial.

“Artinya terjadi feminisasi radikalisme, urbanisasi radikalisme, radikalisasi generasi muda dan radikalisasi netizen,” jelas Boy.

Temuan lain adalah, bahwa Kebhinnekaan menjadi daya tangkal efektif dalam mereduksi potensi radikalisme di masyarakat. Sedangkan, literasi digital belum mampu menjadi daya tangkal efektif dan belum mampu mendorong peningkatan pemahaman dan sikap terhadap kebhinnekaan yang ada di masyarakat.

Selain itu, warganet cukup rentan terhadap paparan radikalisme, menimbang intensitas pencarian atau menerima konten keagamaan di internet yang cukup sering. Namun, diiringi dengan kecenderungan preferensi ceramah keagamaan dengan durasi singkat. Sehingga, ilmu yang disampaikan rentan tidak diterima secara menyeluruh dan utuh. (Way)