KORANJURI.COM – Mimpi Jokowi terkait warga Solo harus punya pasar ikan yang segar dan murah, ternyata menjadi kenyataan. Pelan dan pasti, pasar ikan di taman Balekambang menggeliat dengan cepat. Bahkan sekarang menjadi fenomenal, dengan tingkat kunjungan dan transaksi pasar yang sangat dasyat. Bagaimana ceritanya?
Sekitar tahun 2012 silam, Jokowi mempunyai gagasan cemerlang. Gagasan yang mungkin merupakan terobosan, yang tak pernah diduga semua orang sebelumnya. Ia memberikan fasilitas ruang di depan taman Balekambang untuk kegiatan jual-beli ikan. Untuk pengelolanya, ia serahkan kepada para pelaku usaha ikan lewat lelang/tender.
“Saat itu, Bapak Jokowi ingin agar warga Solo bisa berbelanja ikan segar dengan cara yang mudah, lengkap, dan murah. Karena daging ikan, baik ikan air tawar ataupun air laut, dipercaya dan terbukti sangat bermanfaat untuk kesehatan warga,” ujar Mbak Liesmianingsih (50), wanita yang dipercaya menjadi pengelola pasar ikan, di lokasi depan taman Balekambang tersebut pada Sabtu malam kemarin (20/03/2021).
Wanita yang akrab disapa Mbak Lies ini menuturkan, saat itu dengan semangat ia bisa mewujudkan gerai kuliner ikan miliknya. Bersama sang suami, kedai Gulai Kepala Ikan miliknya berkembang menjadi 53 cabang dengan sistem franchise (waralaba). Padahal semula hanya 1 cabang saja yang ia punya. Sayang seiring perkembangan dan dinamika pasar ikan, akhirnya semua cabang banyak yang tutup. Bahkan hanya tinggal 10 cabang saja yang masih bertahan.
Dan puncaknya saat badai pandemi corona datang. Praktis semua cabang se-Jawa, Bali, dan Jakarta tutup total. Sehingga bisa dikatakan kegiatan pasar dan kuliner ikan, termasuk gerai ikan miliknya di Balekambang juga vakum. Sangat sepi. Yang tersisa hanyalah papan nama PASAR IKAN BALEKAMBANG. Yang waktu itu masih setia terpasang, meskipun wujud fisik dan keramaian pasarnya sendiri sudah tidak ada.
Meskipun begitu, Mbak Lies tidak menyerah. Ia tetap berjuang mencari terobosan baru. Akhirnya dengan semangat yang berkobar-kobar, iapun melakukan survey langsung ke pusat sumber tangkapan ikan. Ia ingin sekali mengetahui dari dekat. Bagaimana sebenarnya kondisi komoditas, serta pasar dari ikan-ikan segar tersebut.
“Saya dan beberapa rekan mengunjungi pusat-pusat tangkapan ikan. Dan juga kampung nelayan dan tambak di hampir seluruh pantai laut selatan dan Pantura Jawa. Seperti wilayah Banyuwangi, Probolinggo, Tuban, Jepara, Rembang, Pacitan, Wonogiri, Gunung Kidul,” sambung Mbak Lies meneruskan ceritanya.
Bahkan tak hanya sentra penghasil ikan laut, namun sentra penghasil ikan air tawar juga dikunjunginya. Seperti petani dan peternak ikan air tawar di segitiga emas Jatim, yaitu Tulungagung, Blitar dan Kediri. Juga nelayan ikan di waduk-waduk seluruh Jateng dan sekitar Jatim bagian barat.
Dari hasil perjalanannya itu, ia mendapat kesimpulan, bahwa ikan hasil laut ataupun ikan air tawar, bisa dijual lebih murah jika dipusatkan di bursa pasar ikan Balekambang. Bahkan saat itu, ia mengaku bisa mendapatkan sekilo ikan laut hanya dengan harga Rp 5 ribu saja.
“Bagi saya, yang paling penting bagaimana bisa menciptakan pasar ikan, mendatangkan ikan, serta menjual ikan dengan kondisi murah, segar, dan gampang dijangkau rakyat,” paparnya.
Akhirnya dimulailah babak baru, menghidupkan kembali pasar ikan yang sudah dirintisnya sejak lama. Sayang karena beberapa kendala, pasar ikan tidak bisa booming dengan cepat. Misalnya kurangnya pemain/pedagang dan pemasok ikan, kurangnya promosi, dan kurangnya dukungan dari dinas-dinas terkait.
Namun angin segar ternyata tetap berpihak kepada perjuangan wanita ini. Justru di masa pandemi yang sudah menginjak satu tahun ini, pasar ikan yang dikelolanya booming kembali. Mendadak saja, ratusan bahkan ribuan orang selalu berjubel, memadati pasar ikan setiap malam. Memang pasar dibuka sekitar pukul 19.00 malam hingga pukul 02.00 dini hari.
Sekarang puluhan pedagang, datang dan pergi secara bergantian ke pasar ikan Balekambang. Begitu pula dengan pembelinya. Ratusan pengunjung tak pernah henti melakukan kegiatan pasar di sana. Ada yang memang pembeli dari masyarakat konsumsi langsung. Ada yang hendak kulakan atau dijual kembali, atau sekedar bisnis online. Atau juga, jasa kirim yang kini sedang ramai lewat aplikasi HP android. Sisanya adalah pengunjung yang memang berekreasi, atau jalan-jalan melihat keramaian pasar ikan.
“Sekarang kondisinya memang sudah jauh berbeda. Pasar selalu ramai dengan sangat fenomenal. Mungkin juga pengaruh sosmed, pemberitaan media, dan juga antusiasme warga yang benar-benar takjub melihat kemeriahan pasar yang tidak pernah dilihat sebelumnya. Apalagi harga ikan yang dijual juga relatif lebih murah,” ungkapnya.
Setiap kali armada truk atau mobil datang, beberapa ton ikan diturunkan. Saat itulah pemandangan unik terlihat. Ribuan ikan yang masih hidup dan segar, menggelepar-lepar atau berloncatan di atas lantai. Pemandangan langka seperti itu, tentu membuat suasana pasar semakin menjadi magnet. Yang mampu menarik warga masyarakat untuk selalu datang. Atau menikmati pasar ikan dengan segala keunikan dan sensasinya.
Begitu pula dengan puluhan pedagang tradisional yang hendak kulakan ikan. Mereka dengan sabar menanti kiriman ikan yang datang. Mereka biasanya datang dengan mengendarai sepeda motor. Lengkap dengan keranjang atau bronjong di jok belakang motornya. Tak heran puluhan motor dengan hiasan bronjong hijau selalu berderet rapi disana.
“Begitu kiriman ikan datang, dengan gembira mereka langsung berebut dan bergegas memilih ikan-ikan yang hendak dibelinya. Pemandangan seperti itu terjadi mulai pukul 20.00 malam hingga menjelang tengah malam,” ceritanya lagi.
Menurut Mbak Lies, saat ini hanya ada satu masalah yang mungkin bisa dipecahkan secara sinergi antara pedagang, pengelola, dan pihak Pemkot kota Solo sendiri. Yaitu masalah lahan parkir. Dengan antusiasme kunjungan warga, serta tingkat turn over penjual yang sangat tinggi, tentu butuh lahan parkir yang lebih luas lagi. Sehingga armada yang pemiliknya hendak beraktivitas di pasar ikan, tidak berjubel seperti sekarang ini.
Dan satu hal lagi, pasar ikan Balekambang memang sudah diresmikan oleh Dinas Perdagangan kota Surakarta. Namun sifat peresmian itu hanyalah soft opening. Sehingga akan lebih sempurna dan menggelegar lagi, jika Mas Walikota Solo yang baru, bisa berkenan hadir atau membuka kembali pasar ikan di Balekambang tersebut. Paling tidak walikota berkenan untuk sekedar hadir, atau mampir ke pasar ikan Balekambang.
“Dengan begitu akan semakin menambah amunisi, untuk semangat para pedagang dan juga pengelola pasar ikan disini,” ujar Mbak Lies lagi.
Sementara itu, menurut tokoh penggiat sosial dan ekonomi kreatif masyarakat Solo, yaitu BRM, Kusumo Putro SH, MH (48), keberadaan Pasar Ikan Balekambang Solo memang menjadi fenomena, sekaligus menjadi peluang ekonomi kerakyatan yang sangat unik.
“Jika dikelola dengan cerdas oleh Pemkot, dengan sinergi cantik antara pedagang, pengelola, dan semua pelaku pasar ikan lainnya, maka akan tumbuh geliat ekonomi baru di kota Solo,” ujar Kusumo di tempat yang sama.
Ditambahkannya, tidak ada tempat lain di wilayah Solo Raya yang mempunyai pasar ikan seperti di Balekambang. Kota Solo menjadi satu-satunya kota unik. Dimana wilayah yang tidak mempunyai sumber potensi ikan, justru mempunyai pasar ikan terbesar. Hal itu tentu menjadi potensi untuk peningkatan UMKM, atau peluang usaha baru bagi masyarakat Solo.
Kusumo bahkan juga tertarik untuk melihat langsung, atau semacam survey ke beberapa daerah penghasil ikan laut dan ikan air tawar. Ia mengunjungi beberapa pantai nelayan di Baron, Depok, Indrayanti, dan Gunung Kidul. Juga beberapa tempat pelelangan ikan (TPI) air tawar, di sekitar waduk atau embung di Jateng. Ternyata ditemukan fakta, bahwa harga ikan di bursa ikan Balekambang, justru lebih murah dibandingkan di tempat-tempat tersebut.
“Hal itu tentu menjadi fakta dan fenomena unik yang benar-benar terjadi saat ini. Yaitu bahwa harga ikan di Pasar Balekambang benar-benar termurah. Dan bisa menjadi rujukan baik bagi pedagang yang hendak kulakan, ataupun untuk konsumsi sendiri. Atau juga bagi pencinta makanan olahan dari bahan baku ikan,” terangnya pada beberapa awak media yang hadir saat itu.
Untuk itulah, senada dengan pengelola pasar ikan Balekambang yang sekarang, Kusumo juga berharap. Jika pemkot Solo hendak menata Taman Balekambang, hendaknya keberadaan pasar ikan juga ikut dimasukkan dalam konsep tersebut. Jadi bisa tercipta sebuah kondisi, dimana semua potensi wisata, budaya, dan ekonomi di Balekambang bisa terintegrasi dengan baik.
“Dengan kata lain, keberadaan pasar ikan juga harus mendapat fasilitas yang sama, dengan ikon-ikon di Taman Balekambang lainnya. Baik terkait lahan parkir, lampu penerangan, atau fasilitas lain yang digarap secara profesional,” lanjut Kusumo.
Dan tentu saja hal tersebut tidak mustahil untuk dilakukan. Mengingat visi dan misi walikota Solo yang baru, selalu kental dengan hal-hal yang visioner atau kemajuan untuk bersama. Apalagi latar belakang Mas Gibran sendiri, sebagai walikota Solo, memang diawali dengan bisnis atau usaha kuliner juga.
Jika hal tersebut bisa terwujud, kota Solo akan mendapat ikon wisata baru, yang saling terintegrasi di satu lokasi strategis. Dan harapannya, tentu saja pendapatan masyarakat juga ikut meningkat. Dan sekali lagi, Solo akan semakin top di mata dunia. Baik dari dunia luar, atau dari masyarakat Solo sendiri yang semakin bangga akan kotanya sendiri. (Med)