KORANJURI.COM – Para ahli memperkirakan Selat Sunda dan Mentawai-Siberut menjadi zona kekosongan gempa besar atau seismic gap yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG
Daryono mengatakan, sepanjang ratusan tahun kedua zona itu belum terjadi gempa besar. Namun, kata dia, bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat.
“Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu,” kata Daryono, Senin, 19 Agustus 2024.
Menurut Daryono, dalam pemberitaan yang disebut ‘tinggal menunggu waktu’, disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua. Sedangkan, Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi.
Hingga saat ini, belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa. informasi potensi gempa Megathrust yang berkembang saat ini, kata Daryono, sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini.
“Jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat,” terang Daryono.
“Belum bisa diprediksi kapan, dimana, dan berapa kekuatannya, sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya,” tambahnya.
Ia mengimbau masyarakat tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai.
Gempa besar yang terjadi di Megathrust Nankai Jepang Selatan M7,1 pada Jumat 8 Agustus 2024 pukul 14.42.58 WIB, menurut Daryono, dapat ditentukan parameternya dengan baik dan akurat oleh BMKG, dan mampu diprediksi secara akurat potensi tsunami yang akan terjadi.
Ditambahkan, jika terjadi gempa dahsyat di Megathrust Nankai, Daryono memastikan deformasi batuan skala besar yang terjadi tidak akan berdampak terhadap lempeng tektonik di wilayah Indonesia. Hal itu disebabkan karena jaraknya sangat jauh.
Begitu pula, potensi tsunami akibat Megathrust Nankai dapat terjadi. Mengingat, setiap gempa besar dan dangkal di zona megathrust akan memicu terjadinya patahan dengan mekanisme naik atau thrust fault yang dapat mengganggu kolom air laut dan menyebabkan tsunami.
“Hal ini perlu kita waspadai, karena tsunami besar di Jepang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia,” ujarnya.
Dikatakan Daryono, potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru. Isu terkait potensi megathrust sudah ada sejak sebelum terjadi gempa dan tsunami Aceh 2004. (Way)