KORANJURI.COM – Direktur LSP Pariwisata Akhyarudin Yusuf mengatakan, spa asli Indonesia yang disebut etna prana kini mulai berkembang di Indonesia.
Etna prana ini menurutnya, berbeda dengan solus per aquam (spa) seperti yang sekarang dikenakan pajak hiburan sebesar 40-75 persen.
“Etno wellness Nusantara Prana sebagai pengembangan spa Indonesia ini sesuatu yang baru dikembangkan, jangan dipajak dulu,” kata Akhyarudin di Denpasar, Sabtu, 20 Januari 2024.
Prana sendiri menurut Akhyarudin merupakan bahasa Sansekerta yang berarti energi untuk penyembuhan.
Saat ini, etna prana baru ada di Bali dan Jakarta. Ia berharap, dengan kegaduhan polemik spa yang pajaknya sangat tinggi, solusinya adalah dengan mengembangkan teknik kebugaran nusantara.
“Akan kita tinggalkan spa yang telah dipahami oleh kebanyakan orang. Yang tidak bersertifikat etna prana spa wellness, ya silakan dipajakin banyak-banyak,” ujarnya.
Seperti halnya solus per aquam, terapis etna prana juga mendapatkan sertifikasi oleh lembaga sertifikasi produksi KAN atau Komite Akreditasi Nasional.
Etna prana dikatakan Akhyarudin, merupakan pengembangan dari budaya nasional. Sehingga, pajak yang dibebankan nol persen.
“Sesuatu yang baru dikembangkan jangan dipajak dulu. Kalau sudah bergerak (pajak) 10-15 persen. Kalau temen-temen yang tidak mau kesitu ya silakan lah, pajakin aja gede-gede. Karena produk etna prana ini asli Indonesia,” ujarnya.
Polemik spa masuk dalam kategori jasa hiburan menuai protes dari pelaku industri jasa spa dan pelaku pariwisata.
Dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah memuat klausul pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) berlaku paling rendah 40% dan tertinggi 75%.
Tarif PBJT itu meliputi jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan, keberadaan spa mendukung pariwisata di Bali. Spa yang dikembangkan oleh pelaku usaha di Pulau Dewata juga berbasis kearifan lokal.
“Ada unsur budaya untuk spa yang dikembangkan di Bali yang disebut meboreh atau lulur dengan bahan-bahan asli nusantara. Dari meboreh ini juga menjadikan Bali destinasi wisata spa dunia,” kata Tjok Bagus.
Sementara, Ketua Association of Hospitality Leaders Indonesia (AHLI) I Ketut Swabawa menyebut, keberadaan spa di Bali memiliki rantai pasok yang saling terhubung.
“Rantai pasok spa sangat panjang, disitu ada penyedia ingredients yang tentunya juga akan terdampak dengan kenaikan pajak hingga 75 persen ini,” kata Swabawa. (Way)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS