BI Kembali Turunkan Suku Bunga Kebijakan di Bulan November

oleh
Obrolan Santai BI Bareng Media (OSBIM) yang digelar Kantor Perwakilan wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali (KPWBI) di Sanur, Denpasar, Selasa, 24 November 2020 - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga kebijakan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Di bulan November 2020, suku bunga kebijakan sebesar 25 bps menjadi 3,75%.

Selain itu, suku bunga depocit facility dan suku bunga lending facility juga diturunkan, masing-masing ke angka 3,00% dan 4,50%.

“Sejak awal tahun, BI telah lima kali menurunkan suku bunga, yaitu pada Februari, Maret, Juni, Juli, dan November 2020, dengan total penurunan suku bunga sebesar 125 bps,” kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Rizki Ernadi Wimanda, Selasa, 24 November 2020.

Keputusan itu, kata Rizki, mempertimbangkan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan langkah lanjutan mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Bank Indonesia juga mendukung Percepatan realisasi APBN tahun 2020. Pertama melalui pembelian SBN di pasar perdana.

“Sampai 17 November 2020, BI telah membeli RP 72,49 triliun dengan skema lelang utama, greenshoe option (GSO) dan private placement,” jelas Rizki.

Realisasi pendanaan dan pembagian beban dengan Pemerintah juga dilakukan dengan pendanaan public goods APBN melalui mekanisme pembelian SBN secara langsung sejumlah Rp 270,03 triliun. Termasuk, pembagian beban untuk pendanaan non public goods (UMKM) sebesar Rp 114,81 triliun.

Langkah Kebijakan Bank Indonesia

Pertama, melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.

Kedua, memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif.

Ketiga, mempercepat pengembangan pasar valas domestik melalui penguatan pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) untuk meningkatkan likuiditas dan mendorong pendalaman pasar keuangan sebagai implementasi Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.

Keempat, melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dari sisi rasio Countercyclical Buffer (CCB). Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), rasio Penyangga LIkuiditas Makroprudensial (PLM) dan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV).

Kelima, memperkuat kebijakan makroprudensial untuk mendorong pembiayaan inklusif, khususnya kepada UMKM. Keenam, memperkuat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong momentum pemulijan ekonomi melalui berbagai inisiatif transformasi digital.

Terakhir, mendukung pemulihan ekonomi melalui kebijakan sistem pembayaran.

Ekonomi Bali Turun

Kepala Tim KPwBI Provinsi Bali Leo Ediwijaya menyampaikan, perekonomian Provinsi Bali pada 2020 diperkirakan akan menurun seiring dengan penurunan kinerja sektor pariwisata.

Beberapa strategi yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Bali untuk menahan laju penurunan antara lain, relaksasi PSBB Provinsi dan Kabupaten/Kota secara bertahap dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Selain itu, melakukan percepatan absorbsi belanja pemerintah. Kemudian, mempercepat kredit Bank (termasuk BPD) ke sektor riil dengan tetap memperhatikan aspek prudent.

Pembukaan sektor utama dengan disiplin ketat protokol CHSE serta digitalisasi UMKM dan mendorong Gerakan ‘Bangga Buatan Indonesia’ juga dapat menahan penurunan laju perekonomian.

Inflasi Provinsi Bali diperkirakan melandai dibandingkan 2019. Hal ini, kata Leo, disebabkan oleh rendahnya tekanan inflasi di seluruh kelompok barang.

Leo menambahkan, beberapa faktor pendorong melandainya inflasi 2020 yakni, penurunan permintaan barang tahan lama, penurunan biaya angkutan udara, serta penurunan permintaan bahan makanan masyarakat dan industri.

“TPID akan terus menjaga tekanan inflasi agar berada pada tingkat yang stabil dan mendukung perekonomian Provinsi Bali,” kata Leo.

Dijelaskan, untuk mencapainya diperlukan koordinasi untuk mendorong sektor ekonomi yang produktif dan aman.

Sub sektor yang berpotensi adalah sektor yang memberikan nilai tambah pada perekonomian, namun memiliki risiko penyebaran covid-19 seperti administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, perikanan, jasa perantara keuangan serta peternakan.

Pengembangan terhadap sektor prioritas utama perlu mendapat dukungan program penjaminan pemerintah. Terutama untuk sektor prioritas yang tidak sejalan dengan minat perbankan seperti perikanan, peternakan, dan industri makan minum. (Tok)

KORANJURI.com di Google News