KORANJURI.COM – Sebelum pandemi melanda dunia, kantung-kantung pariwisata di Bali seperti Sanur, Kuta, Seminyak dan Legian, menggeliat selama 24 jam penuh. Aktifitas penyangga pariwisata, restoran, hiburan malam dan sejenisnya, hampir tanpa henti menyambut kehadiran tamu.
Hampir 8 bulan pandemi berjalan. Sepanjang rentang waktu itu, kehidupan pariwisata di Bali berubah drastis. Tak ada turis asing datang ke Pulau Surga. Turis nusantara pun, jumlahnya ibarat dapat dihitung dengan jari. Pariwisata Bali mengalami dorman. Banyak pekerja pariwisata dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Putu Astawa menyampaikan data, telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 2.667 pekerja yang mengandalkan hidup mereka dari sektor pariwisata. Sedangkan jumlah yang dirumahkan sebanyak 73.631 orang.
“Pada kondisi normal kontribusi pariwisata terhadap perekonomian Bali mencapai 53%, terutama yang berkaitan dengan UMKM dan Koperasi. Sektor pariwisata menampung tenaga kerja sekitar 1,1 juta orang,” kata Putu Astawa dalam Dialog Pemulihan Pariwisata di Desa Panglipuran, Bangli, Selasa (20/10/2020).
Kini pemerintah menghadapi persoalan baru. Bukan hanya persoalan kesehatan saja, tapi juga permasalahan ekonomi akibat pemutusan hubungan industri yang terjadi dalam skala besar, dan dalam waktu yang hampir bersamaan. Putu Astawa mengakui, kehilangan mata pencaharian, tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh pemerintah.
“Pemerintah mustahil bisa mengganti gaji pekerja. Namun mereka diberikan bantuan dalam bentuk jaring pengaman sosial dan bantuan-bantuan lainnya,” kata Putu Astawa.
Bukan hanya program bantuan saja, tapi juga ada pemberdayaan SDM di obyek wisata. Kegiatan padat karya itu melibatkan warga dengan merawat sarana destinasi wisata yang kini belum dikunjungi wisatawan.
Untuk menghidupkan kembali geliat ekonomi, pemerintah juga memobilisasi program seperti edutrips, simakrama (dialog) secara roadshow, dengan harapan, ekonomi dapat sedikit menggeliat.
“Sehingga ekonomi kembali bergerak meski belum sepenuhnya pulih seperti sedia kala,” kata Astawa.
Dampak pandemi Covid-19 mengakibatkan lumpuhnya ekonomi Bali yang mengandalkan sektor pariwisata. Secara umum, pada Triwulan 2 tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Bali berada -10,98%.
Banting Setir
Setali tiga uang. Sektor usaha penyangga tak kalah merana seperti bisnis akomodasi pariwisata. Profesi yang mengandalkan skill dan jasa, seperti biro perjalanan maupun pemandu wisata, ikut merasakan dampak pandemi.
Dive master atau pemandu selam, I Putu Kertiyasa mengaku, selama pandemi tamu yang membutuhkan jasanya menurun drastis. Praktis, kondisi itu memaksa Kertiyasa beralih profesi sebagai petani jagung demi menambal kebutuhan sehari-hari.
Pria yang mengais rejeki sebagai pemandu bawah laut di perairan Putri Menjangan Bali Barat itu, selama pandemi hanya bekerja 15 hari sekali. Itupun jika memang ada wisatawan yang membutuhkan jasanya memandu dan mendampingi selam maupun snorkeling.
“Untuk mensiasati kebutuhan sehari-hari, saya bertani jagung. Dulu sebelum pandemi, hampir setiap hari mengantar tamu untuk diving dan snorkeling. Selama pandemi turun drastis,” kata Kertiyasa.
Selama menggeluti profesi sebagai dive master, Putu Kertiyasa merasakan masa yang cukup berat, bertahan di dunia yang telah memberinya penghidupan selama 16 tahun terakhir.
“Harapannya biar cepat normal. Kita mengandalkan pariwisata, kalau kerja sampingan tidak seberapa, hanya cukup untuk makan,” ujarnya.
Pasar Gotong Royong
Upaya mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi juga dilakukan oleh Tim Penggerak PKK Provinsi Bali. Salah satu program yang digagas adalah Pasar Gotong Royong sebagai jembatan bertemunya antara petani dan konsumen secara langsung.
Ketua TP PKK Provinsi Bali Putri Suastini Koster melihat, program Pasar Gotong Royong yang rutin diadakan setiap hari Jumat, mampu membantu petani di masa pandemi covid-19.
Bukan hanya petani saja, namun pelaku IKM dan UMKM juga mendapatkan akses langsung kepada pembeli sehingga produk mereka terserap di pasaran.
“Pasar Gotong Royong ini sebagai wujud kepedulian pemerintah beserta stakeholder terkait lainnya terhadap keberadaan IKM, UMKM maupun para petani di tengah pandemi Covid-19,” jelasnya.
Putri Koster menambahkan, Pasar Gotong Royong memberikan dampak positif dalam membantu para petani dan UMKM menyalurkan hasil pertanian dan kerajinan di tengah pandemi Covid-19.
Di samping itu, kegiatan tersebut juga efektif mengurangi kerumunan pembeli di pasar tradisional, khususnya di hari Jumat.
“Pembeli juga bisa mendapatkan harga yang lebih murah karena langsung membeli dari para petani, IKM dan UMKM,” jelasnya.
Ia berharap, jika nantinya petani kembali mendistribusikan hasil pertaniannya ke hotel maupun restoran, kegiatan Pasar Gotong Royong ini bisa tetap dilanjutkan dan jadi tradisi unik.
Ia meminta peran masyarakat untuk bergotong royong dan saling membantu. Sehingga, bisa melewati masa sulit pandemi covid-19. TP PKK, dikatakan Putri Koster, akan terus berupaya maksimal melakukan koordinasi serta berkreasi dan kreatif di tengah pandemi. (Way)