KORANJURI.COM – Mahkamah Konstitusi membatalkan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau Presidential Threshold.
Putusan pembatalan itu dituangkan dalam pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat presidential threshold.
Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma pasal 222 UU Pemilu itu dibanding putusan-putusan sebelumnya.
“Semua pihak, termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apapun,” kata Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 3 Januari 2025.
Sebelum dibatalkan, ketentuan pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan capres dan wapres harus didukung oleh sekurangnya 20 persen kursi parpol atau gabungan parpol di DPR RI.
Atau, minimal 25 persen suara sah nasional parpol atau gabungan parpol berdasarkan hasil Pemilu lima tahun sebelumnya.
Dengan pembatalan itu, maka setiap parpol peserta Pemilu mendatang, berhak mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa ambang batas lagi.
“Sesuai ketentuan Pasal 24 C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Yusril.
Yusril menambahkan, pemerintah menyadari permohonan untuk menguji ketentuan pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali.
“Dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan,” tambahnya.
Setelah adanya tiga putusan MK Nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan presidential threshold pemerintah akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029.
“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” ujar Yusril. (*/Way)