KORANJURI.COM – Pelaku pariwisata di Bali melalui Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Provinsi Bali menolak revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Ketua BPPD Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace mengatakan, penolakan itu akan diajukan secara tertulis terhadap sejumlah pasal yg dinilai mengganggu kepariwisataan Bali.
Bali sebagai destinasi wisata dunia akan dirugikan terhadap beberapa pasal-pasal RKUHP yang sebelumnya telah ditunda oleh Presiden Joko Widodo untuk disahkan oleh DPR. Apalagi, kata Cok Ace, beberapa negara juga bereaksi terhadap RKUHP itu.
Ketua BPPD Provinsi Bali yang juga Wakil Gubernur ini mengatakan, Beberapa negara telah mengeluarkan warning untuk warganya agar menghindari mengunjungi Bali.
“Misalnya dari Australia, tak tertutup kemungkinan dari negara lainnya juga menyusul. Untuk itu, kami akan mengajukan usulan revisi tertulis kepada parlemen atas beberapa pasal yang dapat berdampak negatif untuk pariwisata Bali,” ujar Cok Ace di Denpasar, Sabtu (21/9/2019).
Pasal yang dimaksud diantaranya tentang perzinahan yakni, pasal 417 dan 419 RKUHP. Jika diterapkan pasal tersebut menyentuh ranah privasi seseorang. Selain itu, KUHP Indonesia menganut asas teritorial yang akan menjerat siapapun yang melakukan pelanggaran hukum di Indonesia.
“Artinya, setiap orang tidak peduli warga negara manapun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, otomatis akan tunduk pada hukum Pidana Indonesia. Hal itu tentunya akan membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Karena bila RKUHP berlaku, pasal-pasal seperti yg disebutkan tadi bisa saja jadi ancaman buat mereka,” jelasnya.
Pada pasal 432 RKUHP itu, salah satunya berisi tentang aturan bagi para wanita pekerja yang pulang malam bisa dianggap sebagai gelandangan.
Padahal, kata Cok Ace, di dunia industri pariwisata, tidak menutup kemungkinan pekerja wanita pulang malam, sebab tuntutan pekerjaan mereka. “Tentu saja ini sangat mengganggu bisnis pariwisata,” ujarnya demikian.
Dalam beberapa pasal RKUHP itu, menurutnya, bertentangan dengan Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kesetaraan Gender, termasuk bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamakan Gender dalam Pembangunan Nasional.
“Keberatan detailnya akan diajukan secara rinci kepada parlemen oleh insan pariwisata dalam waktu dekat ini,” kata Cok Ace.
Situs perjalanan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) merespons RKUHP Indonesia yang saat ini ditunda pengesahannya. Sejumlah media massa berpengaruh dari Negeri Kangguru juga menyarankan dalam pemberitaan, agar warga Australia menghindar untuk melakukan kunjungan ke Pulau Dewata. (*)