Menyoal Rancangan Perpres Hak Penerbit, SMSI Siapkan Langkah Hukum Jika jadi Diteken Jokowi

oleh
Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Yono Hartono (kanan) saat menghadiri Musyawarah Provinsi I SMSI Provinsi Bali di Aula Diskominfos Provinsi Bali, Jumat (25/8/2023) - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Rancangan Perpres Publisher Rights tinggal menunggu ketok palu dari Presiden Jokowi Widodo dan sah menjadi undang-undang. Namun, perjalanan rancangan Perpres hak penerbit atas platform global Google harus melewati dinamika yang tajam.

Tidak semua pelaku pers tanah air dan konstituen setuju dihadirkannya Perpres yang menyoal jurnalisme berkualitas itu. Karena disinyalir justru akan menghambat informasi yang diakses oleh publik.

“Kita sudah serahkan ke sekretariat negara, ke sekretariat kabinet, ke presiden. Kapan ditetapkannya tentu Sesneg, Seskab dan Presiden yang memutuskannya,” kata Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemkominfo Usman Kansong di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu.

Sementara, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) sendiri menjadi bagian yang berbeda pendapat dengan usulan Perpres Hak Penerbit yang didorong ke meja Presiden Jokowi.

Wakil Ketua Umum SMSI Pusat Yono Hartono secara tegas menyatakan, organisasi media siber dibawah komando Ketua Umum Firdaus, menolak Rancangan Perpres Publisher Rights.

“SMSI sudah menyiapkan langkah jika Rancangan Perpres ini jadi diteken Presiden. Karena kalau masih sebatas rancangan, belum bisa digugat,” kata Yono Hartono di Denpasar, Jumat (25/8/2023).

Perbedaan pendapat yang dilontarkan oleh organisasi perusahaan media online terbesar di Asia Tenggara ini, kata Yono, didasarkan pada pasal 8 Rancangan Perpres Publisher Rights.

Dalam pasal tersebut disebutkan, Perusahaan Pers yang berhak mengajukan permohonan kepada Dewan Pers atas pelaksanaan Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital adalah Perusahaan Pers yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers.

Kemudian, Perusahaan Pers yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers dapat mengajukan permohonan verifikasi kepada Dewan Pers.

“Karena verifikasi adalah salah satu bentuk pembreidelan, cuma caranya saja sistemik. Itu cara-cara membreidel media di daerah-daerah,” kata Yono.

“Apalagi, Bali adalah daerah yang multikultural. Dimana, di sini sangat heterogen masyarakatnya. Jadi, kalau semua harus diatur, semua konten harus melapor ke Dewan Pers, ini berbahaya,” tambahnya.

Menurut Yono, sejak awal pasal yang berisi kewajiban verifikasi untuk media, agar tidak perlu dipaksakan ketentuannya untuk sebuah konten.

“Yang penting media itu tercatat dan berbadan hukum pers,” ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Google Asia Pacifik Michaela Browning menulis dalam blog resmi Google pada Selasa (25/7/2023). Tulisan itu berjudul ‘Sebuah Rancangan Peraturan Berpotensi Mengancam Masa Depan Media di Indonesia’.

Dalam tulisan itu, Browning mengungkapkan kekhawatirannya tidak dapat melaksanakan rancangan Perpres Hak Penerbit. Alih-alih membangun jurnalisme berkualitas, peraturan itu dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik.

Dalam tulisannya Browning juga menyinggung pemerintah RI memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul online dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.

Misi Google adalah membuat informasi mudah diakses dan bermanfaat bagi semua orang. Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan yang baru ini secara langsung memberikan pengaruh besar terhadap penyediaan sumber informasi online yang relevan, kredibel dan beragam bagi pengguna di Indonesia. (Way)

Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS

KORANJURI.com di Google News