KORANJURI.COM – Di balik hamparan hijau sawah Jatiluwih terdapat bangunan-bangunan kecil yang disebut bado. Ukurannya bervariasi antara 4×3 meter hingga 4×5 meter. Bado di persawahan itu punya peran penting dalam kehidupan petani Jatiluwih.
Dangau bagi petani di Desa Jatiluwih, Tabanan, menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap budaya subak yang Unesco sebagai warisan budaya dunia.
Tempat Penyimpanan Hasil Panen dan Alat Pertanian
Bado juga berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi petani dari terik matahari dan hujan. Di sini, para petani dapat beristirahat sejenak, menikmati makan siang, dan meresapi keindahan alam yang mengelilingi mereka. Dibangun dari bahan alami seperti bambu dan kayu dengan atap genteng tanah, bado mencerminkan harmoni antara manusia dan alam yang telah terjalin selama berabad-abad.
Simbol Kearifan Lokal dan Keberlanjutan
Keberadaan bado tidak hanya mencerminkan kesederhanaan hidup para petani. Tapi juga simbol kearifan lokal yang mengajarkan ketergantungan manusia pada alam dengan cara yang bijaksana.
Struktur tradisional ini merupakan bukti nyata bagaimana masyarakat Jatiluwih telah menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan jauh sebelum istilah tersebut populer.
Dengan menggunakan material lokal dan tetap menjaga ekosistem sawah, bado menjadi contoh nyata arsitektur berbasis keberlanjutan yang mampu bertahan dari generasi ke generasi.
Daya Tarik Wisata Regeneratif
Bado memiliki potensi besar untuk menjadi daya tarik wisata edukatif. Wisatawan tidak hanya datang untuk menikmati keindahan lanskap sawah terasering.
Tapi juga dapat belajar langsung tentang kehidupan petani, sistem pertanian subak, serta filosofi keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Hal ini sejalan dengan konsep pariwisata regeneratif, di mana wisata tidak hanya memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat tetapi juga berkontribusi pada pelestarian budaya dan lingkungan.
Ketua Pengelola Desa Jatiluwih Jhon Ketut Purna mengatakan, Bado adalah contoh nyata bagaimana arsitektur tradisional tidak hanya mampu bertahan dalam perkembangan zaman, tapi juga punya peran penting dalam melestarikan budaya.
“Bado bukan hanya sekadar tempat berteduh bagi petani, tapi juga menjadi saksi bisu dari kerja keras mereka dalam menjaga warisan leluhur,” kata Jhon Ketut Purna. (*)