KORANJURI.COM – Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar melakukan kunjungan ke Pulau Serangan dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali.
Kunjungan ini tidak hanya dilakukan ke pihak manajemen, tetapi juga ke Desa Adat Serangan untuk mendengar langsung aspirasi masyarakat.
Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terkait sejumlah isu yang belakangan mencuat. Termasuk, bagaimana investasi di kawasan ini berdampak pada masyarakat lokal, pelestarian budaya, serta peluang ekonomi yang dapat dikembangkan bersama.

Ketua MDA Kota Denpasar Anak Agung Ketut Sudiana mengatakan, selama ini hubungan antara BTID dan pawongan (masyarakat lokal) berjalan cukup baik.
Menurutnya, BTID aktif memberikan dukungan kepada krama desa adat Serangan, baik dalam bentuk bantuan maupun kolaborasi. Salah satu bentuk nyata dukungan tersebut adalah pemberian tanah untuk Desa Adat Serangan.
Selain itu, ia juga mengapresiasi keterlibatan BTID dalam pengembangan UMKM yang dikelola warga setempat.
Dalam kunjungan ini, Anak Agung Ketut Sudiana melihat langsung kondisi yang ada serta mendengarkan aspirasi dari warga maupun pihak BTID. Terutama, terkait implementasi Perda Provinsi Bali No. 3 Tahun 2024 mengenai pemberian insentif dan kemudahan investasi.
“Saya sempat ke sana untuk mencari masukan apa saja yang bisa diperbuat oleh BTID terhadap masyarakat dan sebagainya. Karena saya juga masuk dalam tim perancang Perda, sehingga penting bagi saya untuk menggali bahan masukan konkret dari warga setempat maupun dari manajemen,” kata Anak Agung Ketut Sudiana.
Ia menilai, langkah yang diambil manajemen KEK Kura Kura Bali sudah cukup tepat. Terutama, dalam memberikan kesempatan bagi warga lokal untuk menampilkan produk dan kearifan lokal ketika kawasan KEK Kura Kura mulai beroperasi.
“Makanya kami harap Perda yang dirancang nantinya bisa benar-benar dipatuhi oleh semua pihak, termasuk investornya,” tambah Ketut Sudiana.
Sejauh ini, KEK Kura Kura Bali telah berupaya membangun sinergi dengan masyarakat sekitar. Kolaborasi ini terlihat dalam berbagai program yang sudah berjalan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Desa Serangan.
Pengelolaan kawasan ini juga konsisten mengedepankan filosofi Tri Hita Karana dan Sad Kerthi, yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Ketut Sudiana menegaskan, KEK Kura Kura Bali tetap menjaga tempat-tempat suci, melestarikan lingkungan, serta mendukung pengembangan sumber daya manusia lokal dari Serangan.
“Hal ini merupakan wujud nyata dari penerapan filosofi tersebut,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan fakta yang belum banyak diketahui publik yakni, KEK Kura Kura Bali sedang berkembang menjadi kawasan pariwisata berkualitas dan industri kreatif yang tetap mengedepankan dan melestarikan budaya.
Pengembangan ini memiliki otoritas yang jelas berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2023.
“Mengedepankan budaya dalam pariwisata berarti menjadikannya sebagai landasan utama. Saya sudah melihat langsung bagaimana hubungan antara BTID dan parahyangan tetap dijaga dan dijalankan dengan baik. Pura milik warga di dalam kawasan ini tetap dilestarikan, dijaga, dan tidak ada yang dirusak,” jelas Ketut Sudiana.
Menurutnya, KEK Kura Kura Bali secara konsisten menerapkan filosofi krama Bali dalam menjaga kesucian dan keharmonisan alam serta segala isinya. Hal ini menjadi pedoman utama dalam pengelolaan kawasan guna menjaga keseimbangan kehidupan di Bali.
“Selain itu, aspek lingkungan juga menjadi perhatian utama. Lingkungan sekitar ditata dengan baik untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian alam,” jelas Sudiana. (*/Way)