KORANJURI.COM – Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan, di periode kedua akan bersikap tegas dalam menegakkan Peraturan Daerah.
Namun, karena dampak dari pandemi covid-19 regulasi itu belum berjalan maksimal. Dalam penutupan Bulan Bahasa Bali VII 2025, ia menyentil penggunaan aksara Bali belum dijalankan secara serius.
“Tapi belum semua tertib, banyak papan nama jalan belum menggunakan aksara Bali. Di periode kedua ini saya akan tegas, di periode pertama karena covid tidak bisa keras,” kata Koster di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Sabtu, 1 Maret 2025.
Koster mengingatkan, hanya Bali yang kehidupan adat, tradisi dan budayanya masih utuh hingga sekarang. Saat menjabat sebagai anggota DPR RI, ia membuat pemetaan tentang kebudayaan di Indonesia.
“Kita bersyukur punya Desa Adat, dan saya perlu menyampaikan bahwa hanya Provinsi Bali yang Desa Adatnya masih utuh, dan eksis sampai sekarang, yang lainnya sudah punah,” ujarnya.
Salah satu pembentuk peradaban budaya Bali ini adalah budaya, dan pembentuk budaya adalah bahasa, aksara, dan sastra. Dalam visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, dirinya mendorong penguatan dan pemajuan budaya Bali.
Pembentukan Perda Provinsi Bali No. 4 tahun 2019 tentang Desa Adat, menjadi pondasi untuk menjaga dan melestarikan adat, tradisi, seni budaya dan kearifan lokal.
“Bali tak punya sumber daya mineral tapi punya budaya, kalau tak terawat dengan baik maka akan hilang, dan tak berbeda dengan budaya lain di Indonesia, sudah tidak menarik lagi, Mari kita rawat bersama-sama,” kata Koster.
Bulan Bahasa Bali yang berlangsung selama sebulan penuh di bulan Februari didasarkan pada Pergub Bali No. 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali.
Wayan Koster juga melanjutkan pembentukan Perda No. 4 tahun 2020 tentang penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali.
“Peraturan itu untuk memayungi seluruh penguatan dan pemajuan budaya Bali,” jelasnya. (Way)