KORANJURI.COM – Dewan menyetujui pengesahan tiga Ranperda Provinsi Bali tersebut menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Ranperda tersebut tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat, Ranperda tentang Pembentukan Dana Cadangan Pemilihan Umum Legislatif, Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Tahun 2024 dan Ranperda tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Bersamaan dengan itu, Gubernur Bali Wayan Koster juga kembali mengajukan 5 Ranperda tentang Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang RPJMD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2018-2023,
Ranperda Pembentukan Perusahaan Umum Daerah Penyelenggara Pariwisata Digital Budaya Bali.
Ranperda Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bali menjadi Perusahaan Umum Daerah Bali.
Ranperda Perusahaan Perseroan Daerah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung dan Ranperda tentang Labelisasi Barang hasil usaha Krama Bali dengan Branding Bali.
“Tiga diantaranya merupakan payung hukum untuk menggali potensi pendapatan baru. Sedangkan dua lainnya, hanya bersifat administratif dan tidak begitu esensial,” kata Koster, Senin, 15 November 2021.
Tiga regulasi yang berkaitan dengan potensi pendapatan baru, akan memperluas ruang fiskal APBD Bali yang selama hanya seputar pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Jika terus-menerus hanya menggantungkan PAD dari pajak kendaraan, kata Gubernur, pendapatan Pemprov Bali tidak akan bisa naik signifikan. Lebih dari itu, menggantungkan sumber pendapatan dari pajak kendaraan juga kurang sehat bagi lingkungan karena semakin banyak kendaraan, maka polusi udara juga kian meningkat.
“Lagipula, saat ini kita juga tengah mendorong pemanfaatan kendaraan listrik berbasis baterai. Oleh karena itu, kita harus kreatif mencari sumber pandapatan baru yang selama ini belum digarap,” ujarnya.
Dijelaskan, pembentukan Perusahaan Umum Daerah Penyelenggara Pariwisata Digital Budaya Bali dimaksudkan untuk mewujudkan kepariwisataan Bali yang dinamis dan sustainable.
Penyelenggaraan Kepariwisataan digital ini memiliki tujuan meningkatkan kualitas pelayanan pariwisata di Bali dan menangkap peluang bisnis digitalisasi yang menjanjikan.
“Korelasi positif dari peningkatan pendapatan daerah tentunya akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Bali,” imbuhnya.
Pengelolaan kepariwisataan Bali berbasis digital, kata Gubernur, diharapkan dapat menciptakan tata kelola yang transparan, akuntabel, serta profesional melalui Portal Satu Pintu Pariwisata Bali.
Perusahaan Perseroan Daerah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Kabupaten Klungkung dibutuhkan agar kawasan itu dapat dikelola secara profesional. Gubernur menambahkan, saat ini belum ada kawasan destinasi pariwisata yang menjadi milik Pemprov Bali.
Kawasan PKB yang dibangun di atas lahan 300 hektar ini nantinya akan menjadi satu-satunya destinasi wisata milik Pemprov Bali.
“Nilai ekonominya sudah dihitung, ini momentum yang baik bagi kita untuk memiliki sebuah kawasan destinasi wisata di lokasi yang sangat strategis,” tambahnya.
Pengelolaan kawasan ini nantinya membutuhkan satu badan usaha perseroan agar dapat memberi manfaat bagi kesejahteran masyarakat Bali. Sementara Ranperda tentang Labelisasi Barang hasil usaha Krama Bali dengan Branding Bali dibutuhkan untuk menjamin kualitas produk yang diekspor melalui Bali.
Selama ini, imbuh Gubernur Koster, banyak daerah yang menjadikan Bali sebagai pintu ekspor. Jika standarisasi dan sertifikasi produknya tidak dikelola, ia khawatir hal itu akan mempengaruhi citra Bali. Selain itu, ketentuan standarisasi dan sertifikasi produk ekspor akan menjadi sumber pendapatan bagi Pulau Dewata. (Way/*)