KORANJURI.COM – Deputi Menteri Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Prof. Vennetia Danes menyebut, ada 40 ribu hingga 70 ribu perempuan yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia.
Data PBB memperkuat fakta tersebut. Keuntungan yang diraih dari human trafficking mencapai $US 7 milyar per tahun. Hal itu, menurut Venettia, juga tak lepas dari lemahnya penegakan hukum.
“Kejahatan dan dampak yang ditimbulkan dari TPPO sangat mengerikan. Korban mengalami trauma berat bahkan sampai kematian,” jelas Vennetia Danes dalam seminar Pencegahan TPPO di Renon, Denpasar, Kamis, 16 Januari 2020.
Faktor pendorong terjadinya kejahatan kemanusiaan itu, dikatakan Vennetia, dipicu beberapa hal diantaranya, kondisi ekonomi, rendahnya akses pendidikan, tak ada pekerjaan di tempat asal, maupun tuntutan konsunerisme.
“Hal ini umumnya dialami orang berusia muda dan berasal dari keluarga tak mampu. Mereka mudah menerima tawaran dari para pelaku, dengan iming-iming gaji besar,” ujarnya.
Jika sebelumnya, Indonesia menjadi daerah asal terjadinya perdagangan orang, saat ini, beberapa wilayah di Indonesia justru menjadi daerah tujuan dari penyelundupan orang untuk dijadikan pekerja seksual.
Kondisi itu, menurut Venettia, terlihat dari munculnya kasus-kasus yang berhasil diungkap oleh kepolisian dari keberadaan pekerja seks komersial asal China maupun Uzbekistan.
Secara kewilayahan, Bali juga menjadi daerah tujuan TPPO karena predikatnya sebagai destinasi wisata populer di dunia.
“Dari faktor itu, maka perlu digencarkan sosialisasi TPPO di Bali, terutama untuk para remaja yang rentan menjadi korban,” jelasnya.
Ketua KPPA Bali Anak Agung Sagung Anie Asmoro menambahkan, dalam peristiwa tertentu, Bali sempat menjadi sorotan terhadap kasus-kasus TPPO.
“Bali tahun lalu pernah jadi daerah tujuan TPPO dengan 5 korban anak,” ujar Anie Asmoro. (Way)