KORANJURI.COM – Format vertikal banyak digunakan di media sosial seperti TikTok, Reels dan Stories. Video portrait memungkinkan menjangkau audiens yang lebih beragam. Penyebaran pesan pun akan lebih luas dan cepat.
Internews dan Yayasan Kino Media (Minikino) merespons tren video di medsos itu melalui Kompetisi dan Produksi Film Vertikal. Film pendek yang dilombakan mengangkat isu-isu kekerasan berbasis gender (KBG) di Indonesia
“Kompetisi ini mendorong para film maker untuk mengangkat cerita-cerita yang sering kali tersembunyi atau diabaikan,” kata Eric Sasono dari Internews Indonesia, Kamis, 11 Juli 2024.
Menurut Eric, platform vertikal memungkinkan para peserta untuk merekam, menulis, dan menyunting film pendeknya menggunakan smartphone. Sehingga, mempermudah proses teknis pembuatan film.
Dalam konteks kekerasan berbasis gender, film pendek berfungsi sebagai media edukasi dan advokasi yang mendorong penonton untuk merefleksikan sikap dan pandangan mereka terhadap kesetaraan gender.
Pendekatan film vertikal, mirip dengan fotografi potret yang mampu menangkap sisi personal manusia dengan lebih dekat.
“Isu kekerasan berbasis gender akan sangat powerful jika dibingkai dalam format vertikal karena dapat mendekatkan penonton pada perasaan-perasaan yang lebih intim dan emosional,” kata Bani Nasution, salah satu mentor dalam kompetisi tersebut.
Karya-karya mereka nanti akan dipamerkan dalam program eksibisi di Minikino Film Week 10, Bali International Short Film Festival pada 13-20 September 2024.
Direktur Program Minikino Film Week 10 Fransiska Prihadi mengatakan, empat kelompok produksi akan mendapatkan dukungan pembiayaan.
Mereka juga diundang dalam eksibis Minikino Film Week 10 unyuk mempresentasikan karya filmnya.
“Kami berharap proyek ini tidak hanya akan meningkatkan kesadaran tentang kekerasan berbasis gender, tetapi juga mendorong tindakan nyata dari berbagai pihak,” kata Fransiska Prihadi.
Direktur FilmAid Gita Saedy Kelly mengungkapkan, video portrait banyak menjangkau kalangan milenial. Penyampaian cerita yang dapat diakses di perangkat seluler memungkinan tersebar di seluruh dunia.
“Format media ini akrab digunakan sehari-hari di medsos. Peluang itu juga untuk memberdayakan para film maker untuk berbagi isu ke wilayah yang lebih luas,” jelas Gita. (Way)