KORANJURI.COM – Lukisan Kamasan yang berkembang di Desa Kamasan, Klungkung, ditetapkan sebagai produk Indikasi Geografis (IG). Gaya lukisan klasik Bali itu mendapatkan perlindungan kekayaan intektual.
Penetapan itu juga memberikan perlindungan secara hukum dari pemalsuan dan penyalahgunaan.
Proses pendaftaran IG Lukisan Kamasan dimulai sejak 2021 dan disahkan pada tahun 2024 dengan nomor pendaftaran IDG000000162. Sertifikat ini dikeluarkan untuk menjamin keaslian produk sekaligus memperkuat identitas budaya Bali di tingkat nasional dan internasional.
“Indikasi Geografis Lukisan Kamasan menjadi bukti nyata bahwa produk lokal asli Desa Kamasan ini memiliki keunggulan dan potensi yang luar biasa,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali Wahyu Eka Putra, Senin (16/6/2025).
Lukisan wayang di desa Kamasan, Klungkung, Bali, bukan saja menjadi industri kerajinan seni. Namun, melukis bagi warga di situ sudah menjadi tradisi tua yang tetap lestari sampai sekarang.
Warna lukisannya bercorak terang dengan warna tajam dengan tema cerita kisah pewayangan. Karena itulah, mereka dikenal sebagai pelukis wayang.
Dalam wawancara sebelumnya, pelukis I Nyoman Mandra mengatakan, melukis wayang berarti mengamalkan ajaran dan petuah yang ada dalam kisah pewayangan. Terutama ajaran budi pekerti yang ada di epos Mahabarata dan Ramayana.
Wilayah Desa Kamasan yang diyakini sebagai cikal bakal Raja Diraja Bali, juga dianggap sebagai pusat kesenian masa lalu.
“Kami semua disini mewarisi bakat seni dari nenek moyang. Seni lukis wayang ini ada sejak jaman kerajaan dulu. Dan hingga kini masih bertahan dan lestari. Bahkan, saat ini gaya lukisan wayang Kamasan paling diminati kolektor karena warnanya,” jelas Mandra lukisannya yang banyak meraih penghargaan.
Lukisan wayang disitu merupakan kerajinan seni, sekaligus menjadi seni kerajinan yang berorientasi kepada industri. Karena ada beberapa orang yang berperan membuat sketsa, kemudian diwarnai oleh orang lain yang kerjanya bersifat kolektif.
Nyoman Mandra mengungkapkan, lukisan Kamasan berkembang kepada seni pewarnaan. Seniman lukis membuat sketsa selanjutnya diwarnai sesuai sketsa obyek yang ada.
Lukisan wayang disitu berupa gambaran kehidupan diatas selembar kanvas yang menceritakan sesuatu. Jadi, bukan melukis karakter tokoh pewayangan seperti yang ada pada kerajinan wayang kulit.
“Di Bali sendiri ada beberapa gaya melukis wayang di antaranya, gaya Kerambitan yang ada di Tabanan, gaya Naga Sepa atau gaya Singaraja dan gaya Kamasan. Meskipun sumber ceritanya sama, tapi gaya pewarnaannya berbeda,” jelas Nyoman Mandra.
Gaya Kamasan sendiri cukup terkenal dengan warna cerah seperti, biru, merah dan kuning dengan perpaduan gradasi yang cukup memikat. Kalau dilihat dari bentuk, lukisan wayang Kamasan memiliki alur dua dimensi dengan posisi miring dan dua mata.
Satu mata tampak jelas memandang, sedangkan satunya lagi, tatapannya dilukiskan dengan posisi miring.
Di galerinya yang berada di Banjar Sangging, Kamasan, Klungkung, Bali, puluhan lukisan terpajang di dinding, bersama sejumlah penghargaan dan foto kenangan ketika para tokoh-tokoh penting negeri hingga artis, datang ke tempat kerjanya.
Ada satu lukisan yang dibuat dalam semacam sketsa saja. Namun, pengerjaannya cukup detail dengan gradasi warna yang dibuat dengan kemampuan sangat mumpuni.
Lukisan itu mengilustrasikan kehidupan masyarakat Bali tempo dulu dalam sebuah upacara ngaben. Kematian sang suami haruslah diikuti dengan kerelaan sang istri mengikuti kepergian belahan jiwanya.
Di galeri itu juga terpampang lukisan berjudul ‘Bhisma Gugur’ dengan coretan cukup detail sehingga terkesan hidup. (Way)