Keren, Siswa SMPN 32 Purworejo Sulap Tiwul Jadi Bernilai Ekonomi Tinggi



KORANJURI.COM – SMPN 32 Purworejo di Desa Karangduwur, Kecamatan Kemiri, Selasa (19/09/2023) lalu sukses menggelar Gelar Karya P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) bertema Kearifan Lokal. Dalam gelar karya ini, siswa menampilkan berbagai produk olahan makanan tradisional khas Purworejo serta kesenian dan permainan tradisional.
Dalam Gelar Karya P5 yang diikuti siswa kelas 7 dan 8 ini, untuk produk makanan tradisional dipamerkan di stand-stand yang telah disediakan. Dalam hal ini siswa memamerkan aneka makanan khas Purworejo, seperti clorot, tiwul, geblek, jenang, klepon, nogosari dan makanan tradisional lainnya.
Untuk kesenian dan permainan tradisional yang dipentaskan di atas panggung, siswa menampilkan kesenian dolalak, tari kreasi siswa, permainan jamuran dan permainan tradisional lainnya.
Kepala SMPN 32 Purworejo Agung Setiono, S.E., M.Pd., menyebut, dalam gelaran P5 ini, ada sesuatu yang terlihat unik, yang ditampilkan siswa kelas 7A. Dalam hal ini, siswa berhasil mengolah makanan tradisional khas Kemiri, yakni Tiwul, hingga memiliki nilai ekonomi tinggi.
“Dipilihnya Tiwul, karena makanan tradisional ini sering diproduksi tiap hari, baik untuk dikonsumsi ataupun dijual di pasar-pasar,” ungkap Agung, Kamis (21/09/2023).
Agung yang didampingi Armiaul Khasanah, S.Pd., Pembimbing P5 kelas 7A menjelaskan, dalam hal ini pihak sekolah menggali potensi anak agar kreatif dan meningkatkan inovasinya dengan melihat makanan tradisional yang mereka lihat atau dikonsumsi setiap harinya baik di rumah ataupun lingkungannya.

Siswa SMPN 32 Purworejo tengah mengolah makanan tradisional Tiwul menjadi bernilai ekonomis tinggi – foto: Koranjuri.com
Yang biasa dikonsumsi atau dijual di pasar-pasar, kata Agung, masih tiwul basah yang siap dikonsumsi dengan pilihan rasa gurih atau manis. Mengingat bahwa Tiwul basah tidak bisa tahan lama, maka siswa selain menjual Tiwul yang siap dikonsumsi, siswa diminta mengemas dan memasarkan Tiwul kering yang memilki masa simpan lebih lama dan bernilai ekonomi tinggi.
“Anak-anak kita bawa mengunjungi salah satu sentra produksi Tiwul di Kemiri. Mereka mempelajari tentang seluk beluk Tiwul, dari bahan-bahannya, proses pembuatannya, pengemasan, hingga perhitungan ekonomi atau menghitung biaya produksi dari modal awal hingga laba yang dihasilkan,” ungkap Armi, guru pembimbing 7A menimpali.
Bahan dari Tiwul ini, menurut Armi, berupa gaplek dari ketela atau singkong yang pembuatannya dengan cara dikupas, direndam beberapa hari, lantas dijemur hingga kering. Selanjutnya direndam lagi satu malam untuk proses pembuatan tiwulnya. Paginya setelah diangin-anginkan dengan kondisi sedikit basah, kemudian ditumbuk sampai halus dan selanjutnya diayak hingga menghasilkan butiran-butiran kecil dari Tiwul tersebut.
“Butiran kecil itu ditampi seperti beras, kemudian diangin-anginkan lagi. Setelah itu direbus sekitar 20-30 menit. Tiwul siap disajikan,” terang Armi, yang juga ditemani Bandel Setyono, S.Pd., MM.Pd. sebagai pendamping P5 pembuatan Tiwul .
Dari Tiwul basah inilah, akhirnya siswa diminta untuk berkreasi dan berinovasi, bagaimana supaya Tiwul basah tersebut tidak cepat basi dan bisa dikonsumsi secara instan, serta memiliki kemasan yang menarik dengan masa simpan lebih lama.
Supaya kering, dari butiran-butiran Tiwul tersebut dijemur selama tiga hari dibawah terik matahari secara langsung. Maka jadilah Tiwul instan kering ini. Untuk mengkonsumsinya lagi tinggal dicuci seperti beras, didiamkan 10 menit biar mekar, kemudian baru dikukus. Tiwul instan siap dikonsumsi. Kelebihan dari Tiwul kering ini bisa bertahan hingga 3 bulan lamanya. Bandingkan dengan Tiwul basah yang hanya bertahan sehari semalam saja.
“Dari olahan Tiwul instan ini, ternyata memiliki nilai ekonomi tinggi dibanding Tiwul basah. Ini yang sedang terus kita kembangkan yang rencananya akan menambah jenis barang yang dijual di Koperasi Siswa SMPN 32 Purworejo,” ujar Armi.
Perhitungannya, jelas Armi, jika Tiwul basah, dari bahan 1 kg gaplek seharga Rp 10 ribu, jika diolah menjadi Tiwul menjadi Rp 15 ribu. Kalau dikeringkan, dengan modal 4 kg gaplek seharga Rp 40 ribu, akan menghasilkan 16 kemasan dengan harga perkemasan Rp 5 ribu. Sehingga dari modal Rp 40 ribu bisa menghasilkan uang Rp 80 ribu. Keuntungan kotornya Rp 40 ribu atau 100 persen dari modal.
Dari Gelar Karya P5 ini, menurut Armi, animo masyarakat atau pembeli yang merupakan orang tua siswa dan masyarakat umum akan Tiwul instan ini luar biasa. Semua Tiwul instan diborong habis, bahkan mereka memesan kembali dalam jumlah tak sedikit.
“Apalagi setelah produk Tiwul instan ini kita posting di medsos, banyak yang memesannya. Dan kita berusaha memenuhi pesanan itu, sambil terus menyempurnakan produknya, baik dari kwalitas produk maupun kemasannya. Dari koperasi sekolah yang siap memfasilitasi,” ungkap Armi.
Armi berharap, dengan adanya kegiatan P5, dimana anak-anak juga dilatih untuk berwirausaha, kedepannya jika mereka nanti terjun ke dunia usaha dengan membuat produk-produk semacam itu, mereka sudah punya pengalaman sehingga bisa dijadikan modal berwirausaha
Armi menambahkan, selama proses kegiatan P5 hingga gelar karya, ada penilaian yang ditekankan pada pembentukan karakter siswa, sesuai dengan nilai-nilai luhur dalam Pancasila yang meliputi 6 dimensi seperti Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong-royong, Mandiri, Bernalar Kritis, dan Kreatif.
“Kita menggali bakat dan kemampuan siswa serta berinovasi dengan memunculkan kearifan lokal yang ada di sekitar tempat tinggal atau sekitar sekolah,” terang Armi.
Agung menilai, selama pelaksanaan P5 di sekolahnya, siswa tampak antusias mengikutinya. Orangtua siswa juga sangat mendukung kegiatan ini, yang dibuktikan dengan kehadiran dan partisipasi mereka saat Gelar Karya P5.
Dengan diangkatnya Tiwul dalam gelar karya hingga memilki nilai ekonomi tinggi, Agung berharap, anak-anak kedepannya memiliki life skill atau keahlian non akademik, yang berguna untuk melatih jiwa kewirausahaan siswa.
“Kedepannya bisa menjadikan mereka seorang wirausaha yang peduli dengan Kearifan Lokal, sehingga endingnya bisa mengangkat perekonomian masyarakat ,” pungkas Agung. (Jon)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS