Kaya Filosofi dan Lezat, Giring Ganesha Sempat Cicipi Nasi Tekor Bali di Pinggir Sawah

oleh
Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha Djumaryo bersama istri menikmati kuliner Nasi Tekor di pinggiran sawah subak warisan budaya dunia Jatiluwih, Sabtu (9/11/2024) - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Nasi Tekor menjadi salah satu kuliner di Bali yang masih mempertahankan cara tradisional dalam sajiannya. Tekor sendiri dalam bahasa Bali berarti alas makan yang terbuat dari daun pisang. Bentuknya kuncup segitiga.

Pemilihan daun pisang untuk alas atau piring makan ternyata juga punya banyak fungsi. Daun pisang dapat mencegah kuah mengental. Selain itu, ada penelitian menyebut, daun pisang bersifat antimikroba.

Pekak (Kakek) Tekor, seorang pedagang nasi tekor mengatakan, dalam satu porsi yang disajikan isinya cukup lengkap.

Nasi tekor dari racikan Pekak Tekor berisi olahan serba ayam yakni, ares ayam atau sayur dari batang pisang yang masih muda, sate ayam, sayur ayam, telur ayam dan serapah ayam, atau lauk setengah basah berbahan daging ayam.

Pekak Tekor, pemilik Nasi Tekor meracik sate lilit untuk nasi tekor yang disajikannya – foto: Istimewa/Koranjuri.com

“Semua seragam, saya memilih semuanya serba ayam, mulai dari telur, daging dan kulit ayam. Cuma, cara mengolahnya berbeda seperti sate lilit berbahan daging ayam dan sayur ares ayam,” kata Pekak Tekor di Tabanan di Subak Spirit Festival, Sabtu (9/11/2024).

Dalam menyajikan Nasi Tekor yang khas dengan tradisi alas makan daun pisang itu, Pekak Tekor mengaku berani tampil beda. Justru, dari tekor daun pisang itu ia banyak punya pelanggan.

“Karena rata-rata mereka suka dengan sajian yang tradisional seperti ini,” kata Pekak Tekor.

Selain itu, tekor disebut mengandung filosofi yang sarat makna dengan nilai-nilai ajaran yang diwariskan para leluhur. Alas makan daun pisang itu bentuknya segitiga yang melambangkan rahim wanita.

“Kalau habis makan bungkusnya dibuang jangan dibawa pulang. Itu melambangkan rahim ibu, kita lahir dari sana. Itulah kenapa dulu kalau kita bawa bungkus makanan ke rumah nenek akan marah,” kata Pekak Tekor.

Filosofi yang sama juga terlihat dari sajian kuliner seharga Rp25 ribu per porsi ini. Olahan yang ada melambangkan 5 panca indera manusia meliputi, memiliki aroma harum, indah dipandang mata, rasanya enak di lidah dan kriuk.

Selama sepuluh tahun terakhir, Pekak Tekor membuka lapak dagang nasi tekor di Desa Budaya Kertalangu, Denpasar.

“Kami setiap hari buka warung di Desa Budaya Kertalangu, bukan restoran bukan kafe, bukan warung, tapi dagang nasi,” kata Pekak Tekor.

Dalam kick off Subak Spirit Festival di Jatiluwih, Nasi Tekor ini juga sempat menggoda selera Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha bersama sang istri. Mereka menikmati sensasi makan seporsi nasi tekor di pinggiran hamparan sawah. (Way)

KORANJURI.com di Google News