Kasus Perdata Bank UOB Indonesia Alot, Kuasa Hukum Siapkan Gugatan Pidana

    


Hartono Tanuwidjaya, SH., MH., kuasa Hukum Linda Soetanto (tergugat) - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – PT Bank UOB Indonesia memberikan klarifikasi atas surat No.86/HTP/2018 tertanggal, 8 Agustus 2018.

Berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 20 Agustus 2018, Klien Kantor Hukum Tafrizal Hasan Gewang & Patners, PT UOB Indonesia memberikan klarifikasi yang intinya mengakui telah melakukan kesepakatan pemberian fasilitas kredit pada 25-6-2015, dengan Surat UOB Indonesia No.15/PSC/SPK/PDI/0053.

Surat itu telah ditandatangani Perjanjian Kredit Nomor: 8 tanggal, 3-8-2015 dengan pembebanan Hak Tanggungan berdasarkan Akta Pemberikan Hak Tanggungan No: 233/2015 tanggal, 3-8-2015.

Kantor Hukum Tafrizal Hasan Gewang & Rekan, PT OUB Indonesia yang merupakan Lembaga Keuangan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui telah menjawab semua pertanyaan Kantor Hukum Hartono & Patners dengan prinsip kehati-hatian (Prudent Banking Principle).

Namun diakui Hartono belum juga ada kesepakatan pemahaman atau titik terang selama dilakukan mediasi antara Ny. Linda Soetanto (Tergugat) melawan PT Bank UOB Indonesia (Penggugat).

Ironisnya, pihak PT Bank UOB Indonesia selaku Penggugat tetap menyangkal pernyataan yang diajukan pihak Tergugat tentang Permohonan Restrukturisasi Kredit sejak 2-3-2017 hingga 19-1-2018.

“Klien kami faktanya telah mengirimkan surat persetujuan restrukturisasi dan perpanjangan tenor atas fasilitas kredit multiguna pembelian property (KMGP) UOB tertanggal, 27-3-2018. Intinya, Ny. Linda Soetanto (Tergugat) diwajibkan membayar 1 bulan angsuran sebelum 27 Maret 2018 dan biaya premi asuransi tidak dipenuhi,” jelas Hartono.

Dari persoalan itu, penggugat tidak dapat melanjutkan proses restrukturisasi. Justru pihak kuasa hukum tergugat mengatakan belum menerima Surat Persetujuan Restrukturisai dan perpanjangan tenor atas fasilitas kredit multiguna tersebut.

“Silahkan saja, kalau PT UOB Indonesia tidak dapat melanjutkan proses restrukturisasi, kasusnya akan menjadi lain, perdata bisa jadi pidana. Kita buktikan saja nanti di pengadilan siapa yang benar dan salah, kitapun juga berdasarkan fakta hukum dan bukti-bukti konkret yang kita punya kita uji di pengadilan,” ucap Hartono Tanuwidjaya.

“Klien kami siap koj membayar berapapun tunggakan, jangankan cuma 1 bulan untuk melunasinya siap kok. Asalkan, jangan mau menang sendiri main pengalihan atau over kredit kepada pihak ketiga dan atau pihak lain tanpa sepengetahuan atau persetujuan klien kami, dong,” ujarnya.

Klarifikasi berikutnya dibuat pada 17 Juli 2018. Kuasa Hukum Penggugat telah menerbitkan surat tidak disetujuinya permohonan pembayaran untuk pelunasan hutang, dikarenakan penggugat telah melakukan pengalihan piutang (cessie) kepada pihak lain.

Pengalihan piutang tersebut diatur di dalam syarat syarat umum kredit konsumen beragunan PT. Bank UOB Indonesia (SU) Pasal 8 a mengenai piutang.

“Sepanjang ada niat klien kami untuk menyelesaikan urusan utang piutang, kita siap membayar berapapun tunggakan yang ditimbulkan, saya tegaskan lagi jangankan cuma sebulan kalau perlu kita lunasi,” jelasnya.

Sementara, kuasa hukum Ny. Linda Soetanto (Tergugat), Hartono Tanuwidjaja & Patners mengakui jika pihaknya memang belum menerima surat pemberitahuan pengalihan piutang. Tapi sudah ada surat klarifikasi.

“Jika memang kasus perdata ini tidak juga selesai secara musyawarah mufakat maupun hukum, mau tidak mau akan kita giring ke ranah pidananya. Klien kami merasa dirugikan dan tertipu oleh ulah pihak PT Bank UOB Indonesia,” ujar Hartono. (Bob)