KORANJURI.COM – Perkembangan teknologi informasi menuntut para pelaku Public Relation lebih proaktif dalam menghadapi perubahan era. Founder International PR Summit Program Director dari Universitas Trisakti, Elizabeth Goenawan Ananto, Ph.D. mengatakan, praktisi PR boleh salah namun tidak boleh berbohong.
“Perubahan yang terjadi sekarang sangat cepat, kita boleh salah tapi tidak boleh berbohong, itu tren yang terjadi sekarang. Kalau kita bohong, kita diincar dari tempat lain,” jelas Elizabeth dalam acara International Public Relation Summit (IPRS) di Conrad Nusa Dua, Senin, 5 November 2018.
Dikatakan Elizabeth, perkembangan PR di negara berkembang khususnya di Indonesia sifatnya masih reaktif. Era disruptive akibat perkembangan teknologi digital, menurutnya telah membentuk tren baru dan merubah perilaku para stakeholder.
Kondisi ini menuntut organisasi atau perusahaan-perusahaan untuk lebih memberdayakan Public Relation merespon kondisi yang terjadi dengan cepat dan tepat.
“Saya amati selama ini perkembangan Public Relation itu lebih bersifat reaktif seharusnya kan proaktif, karena perkembangan citizen jurnalism sekarang yang begitu masif,” ucapnya.
Public Relation sendiri, kata Elizabeth, harus memperluas ilmunya. Bukan hanya menguasai komunikasi saja, tapi juga multi disiplin dalam penguasaan materi hubungan kemasyarakatan.
Dikatakan lagi, pihaknya ingin membangun roadmap perkembangan PR secara akademik maupun profesionalisme.
“Kami ingin suara Indonesia didengar dunia,” ujarnya.
Pertemuan para praktisi Public Relation (PR) dunia atau yang bernama International Public Relation Summit (IPRS) tahun 2018 digelar di Bali, bertempat di Hotel Conrad-Bali, Senin 5 November 2018.
Pertemuan itu dihadiri 200 peserta dari berbagai negara diantaranya, Amerika, Australia, Kanada, Gana, Jepang, dan Indonesia. (Way)