KORANJURI.COM – Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 4, serta pasal 10 UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi dan/atau pasal 55 KUHP, menjadi jerat untuk para pelaku penyebaran video porno melalui dunia digital.
Namun, saat ini justru muncul fenomena baru di dunia maya yang menyebut dirinya Komunitas Alter atau Alterian. Fenomena itu, kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto, jamak ditemukan di grup twitter yang terbuka untuk umum.
“Alterian bisa diartikan sebagai komunitas untuk mengekspresikan diri secara bebas. Kebanyakan pelaku melakukan dan memamerkan aktifitas seksual di dunia maya untuk fantasi dan kepuasan semata,” kata Bayu di Polda Bali, Rabu, 10 Agustus 2022.
Istilah gaul di dunia maya yang cenderung mengarah pada aktifitas asusila itu, kata Bayu, terungkap seiring dengan patroli siber yang rutin dilakukan oleh Tim Siber Ditreskrimsus Polda Bali.
Selain untuk tujuan kepuasan seksual, komunitas Alterian juga melakukannya karena dorongan ekonomi. Caranya, dengan menjual video maupun gambar porno yang telah dibuat dengan bayaran tertentu.
“Hal tersebut akan sangat berbahaya baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Kita ketahui bersama dunia maya tidak terbatas dan bisa diakses oleh siapa saja,” kata Bayu.
Saat ini, Ditreskrimsus Polda Bali melalui Subdit Siber terus melakukan upaya untuk menekan penyebaran konten yang bermuatan pornografi di media sosial. Salah satunya adalah dengan mengungkap pasutri pemeran video porno yang dijual di Telegram.
“Saat ini baru dilakukan pengungkapan terhadap salah satu pemilik akun twitter dan grup Telegram berbayar, dan pelakunya telah kita lakukan penahanan,” ujar Satake Bayu.
Kabid Humas Polda Bali berharap, pengungkapan yang dilakukan jajarannya akan membuat efek jera untuk pelaku lainnya. Sehingga masyarakat bisa bermedia sosial dengan sehat dan bisa memberikan edukasi untuk masyarakat.
“Kendala saat ini, para pelaku kejahatan dunia maya rata-rata menggunakan akun palsu atau fake account sehingga sulit untuk diidentifikasi,” kata Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto. (Way)