15.000 WNA di Bali Terdaftar Jadi Peserta BPJS, Setengahnya Nunggak Iuran

oleh
Asisten Deputi Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kantor Wilayah Bali dr. Endang Triana Simanjuntak, AAk - foto: Ist.

KORANJURI.COM – Asisten Deputi Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kantor Wilayah Bali dr. Endang Triana Simanjuntak, AAk mengatakan, ada 15.000 warga asing yang menjadi peserta BPJS. Dari jumlah itu, hanya 7.000 peserta yang aktif sedangkan sisanya menunggak iuran.

Ia mengatakan, kepesertaan BPJS oleh WNA dimungkinkan dalam kebijakan pemerintah Indonesia. Mereka cukup memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) yang berlaku selama 6 bulan hingga 2 tahun dan boleh menjadi peserta BPJS.

“Dengan menjadi peserta aktif, mereka berhak atas manfaat BPJS sama seperti kita dalam mendapatkan layanan kesehatan,” kata Endang dalam Sosialisasi Penjaminan Manfaat BPJS di Denpasar, Jumat, 20 Juni 2025.

Hanya saja, setelah masa berlaku KITAS habis biasanya orang asing itu kembali lagi ke negaranya, sehingga kepesertaannya menjadi tidak aktif. Kewajibannya membayar iuran juga menunggak.

“Ini yang masih kita bahas dengan pihak dewan terkait regulasi yang memungkinkan WNA menjadi peserta BPJS. Karena mereka biasanya mendapatkan KITAS sebagai investor, nah ini perlu ditinjau lagi apakah mereka benar-benar berinvestasi di Indonesia,” kata Endang.

Dalam sosialisasi itu, Kedeputian Wilayah XI BPJS Kesehatan juga menjelaskan terkait kondisi yang sering dikeluhkan pasien dalam mengakses fasilitas kesehatan. Menurutnya, regulasi itu bukan dari BPJS tapi dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.

Antian panjang yang kerap dikeluhkan itu menurut Endang, untuk menapis pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan di tingkat fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan pasien yang harus dirawat di rumah sakit.

“Kalau semua mau dirujuk tanpa proses penapisan, saya jamin antrian pada pasien yang butuh penanganan cepat akan panjang dan yang seharusnya dirawat di rumah sakit tidak tertangani dengan baik,” ujarnya.

Dia menambahkan, dalam triase atau proses pengelompokan pasien berdasarkan tingkat keparahan penyakit atau cedera untuk menentukan prioritas penanganan, dalam situasi darurat, dibagi menjadi kategori merah, kuning, hijau dan hitam.

“Yang hijau ini bukan termasuk gawat darurat. Contohnya, kalau pasien datang masih bisa bawa motor atau dibonceng motor, itu bukan gawat darurat,” jelas Endang.

Selain itu, BPJS juga menanggapi konten di media sosial yang viral dan merujuk pada 144 jenis penyakit yang tidak dicover oleh BPJS Kesehatan. Endang mengatakan, BPJS belum pernah mengeluarkan diagnosa terhadap terhadap 144 jenis penyakit seperti yang viral di medsos.

Ia menjelaskan, 144 diagnosa itu dari Kementerian Kesehatan, namun bukan dimaksudkan sebagai jenis penyakit yang tidak tercover dalam pelayanan BPJS.

“144 penyakit itu sebenarnya untuk dokter yang baru lulus agar dapat menanganinya, sehingga mereka menjadi kompeten,” kata Endang. (Way)