KORANJURI.COM – Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali menjadi satu-satunya perguruan tinggi swasta di Bali yang tetap mempertahankan program studi Bahasa Bali.
Bukan itu saja, pihak rektorat juga menggratiskan uang kuliah bagi mahasiswa yang mendaftar di program studi Bahasa Bali. Meski bukan program studi prestisius, namun pihak kampus tetap membuka pendaftar dalam setiap penerimaan mahasiswa baru.
Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali Prof. Dr. Drs. I Made Suarta, S.H., M.Hum melihat, bahasa Bali semakin terdegradasi oleh perkembangan bahasa Indonesia. Namun, pihaknya tak pernah berhenti untuk melahirkan sarjana linguistik bahasa daerah Bali.
“Bahasa Bali itu bagian dari keagamaan dan budaya, di Bali tidak ada kekayaan mineral tapi yang ada budaya, kemudian dikuatkan dengan adat dan istiadat. Inilah kenapa bahasa Bali kami pertahankan seperti ini,” kata Suarta, Senin, 22 September 2025.
Suarta menjelaskan, keberadaan masyarakat Bali banyak tertulis di dalam lontar-lontar kuno. Kondisi masyarakat pada zaman dahulu dan sekarang digambarkan dalam situasi yang ditulis menggunakan aksara Bali.
Tulisan-tulisan lontar beraksara Bali itu, kata Made Suarta, banyak menjelaskan tentang tatanan sosial, prosesi keagamaan dan kearifan lokal yang tetap dipegang oleh masyarakat Hindu di Bali.
Ia menjelaskan, bagi masyarakat di Pulau Dewata, Bahasa Bali payung dari budaya yang menjadi petunjuk situasi dari zaman ke zaman. Menurutnya, sampai kapan pun perlu ada akademisi atau ahli bahasa Bali yang hadir dengan keilmuwan yang dimiliki.
“Kalau berbicara lontar yang ditulis dengan bahasa Bali, ada bahasa Bali kuno yang tidak sama dengan keseharian, itu butuh pakar dalam menterjemahkan, sehingga kita tahu karakter dan etika dalam berbudaya,” kata Made Suarta.
“Jadi apapun kondisi Prodi bahasa Bali, sekalipun satu mahasiswa kita tetap akan pertahankan. Karena bahasa Bali bagian dari budaya dan budaya bagian dari kekuatan Pulau Bali ini,” tambahnya.
Eksistensi Bahasa Bali di kampus UPMI Bali juga didukung oleh kegiatan seperti lomba berbahasa Bali, mupuh atau melantunkan sastra berbahasa Bali, dan nyurat atau menulis lontar.
Suarta juga melihat, dengan membiasakan diri berbahasa Bali, maka kepekaan rasa, estetika dan etika sopan santun akan terasah dengan sendirinya.
“Jadi banyak keutamaan dengan berbahasa Bali, meski saat ini sudah tergeser oleh bahasa nasional, namun Bahasa Bali belum kehilangan penutur,” kata Made Suarta. (Way)