Tolak Publisher Rights, SMSI: Persaingan Usaha Dibungkus Profesionalisme Pers

oleh
Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Organisasi media siber nasional SMSI menyatakan penolakan draf peraturan presiden tentang hak-hak penerbit (Publisher Right). Penolakan itu ditegaskan dalam rapat pleno secara daring, Jumat (28/7/2023).

Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus menyatakan, dalam draft Perpres yang telah jadi isu di kalangan pegiat pers, mengundang perdebatan dan persaingan usaha yang dibungkus oleh isu profesionalisme pers.

“Bukan semata-mata memajukan kemerdekaan pers karena menyangkut pendapatan iklan. Semua ini sudah dipahami para pengurus SMSI,” kata Firdaus.

Dalam perdebatan yang masih terjadi sekarang, SMSI berharap pemerintah seyogyanya memperhatikan masukan Google. Raksasa internet dunia itu memiliki andil besar dalam layanan berbagai informasi dan pendidikan media digital di Indonesia.

“Dalam draf Perpres Hak Penerbit itu hanya mengutamakan media tertentu, hanya yang terverifikasi oleh Dewan Pers yang boleh menikmati iklan, meskipun telah berbadan hukum pers,” kata Firdaus.

Sebelumnya, Wakil Presiden Google Asia Pacifik Michaela Browning menulis dalam blog resmi Google pada Selasa (25/7/2023). Tulisan itu berjudul ‘Sebuah Rancangan Peraturan Berpotensi Mengancam Masa Depan Media di Indonesia’.

Firdaus mengatakan, tulisan itu bisa menjadi masukan pengambilan keputusan, terutama Presiden Joko Widodo yang disodori untuk menandatanganinya.

Dalam tulisan itu, Browning mengungkapkan kekhawatirannya tidak dapat melaksanakan rancangan Perpres Hak Penerbit. Alih-alih membangun jurnalisme berkualitas, peraturan itu dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik.

Dalam tulisannya Browning juga menyinggung pemerintah RI memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul online dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan. 

Misi Google adalah membuat informasi mudah diakses dan bermanfaat bagi semua orang. Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan yang baru ini secara langsung memberikan pengaruh besar terhadap penyediaan sumber informasi online yang relevan, kredibel dan beragam bagi pengguna di Indonesia.

Sejak rancangan Perpres tersebut pertama kali diusulkan tahun 2021, kata Browning, Google dan YouTube telah bekerja sama dengan pemerintah, regulator, badan industri, dan asosiasi pers untuk memberikan masukan.

Batasi Keragaman Sumber Berita

Michaela Browning melanjutkan, jika disahkan dalam draf versi sekarang, Perpres Jurnalisme Berkualitas akan memiliki dampak yakni:

Membatasi berita yang tersedia online

Peraturan ini hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita dan memberikan batasan untuk menampilkan beragam informasi dari ribuan penerbit berita lainnya di seluruh nusantara. Termasuk, merugikan ratusan penerbit berita kecil di bawah naungan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).

“Akibatnya, segala upaya yang telah dan ingin kami lakukan untuk mendukung industri berita di Indonesia selama ini dapat menjadi sia-sia. Kami terpaksa akan mengevaluasi keberlangsungan berbagai program yang sudah berjalan serta bagaimana kami mengoperasikan produk berita di negara ini,” kata Michaela Browning.

Di sisi lain, Browning juga sependapat dengan dengan pemerintah di banyak negara yang menempatkan industri jurnalisme yang sehat dan berkomitmen, menjadi pilihan yang sangat penting.

Mengancam Eksistensi Media dan Kreator Berita

Menurut Browning, tujuan awal peraturan ini adalah membangun industri berita yang sehat. Namun, versi terakhir yang diusulkan malah mungkin berdampak buruk bagi banyak penerbit dan kreator berita yang sedang bertransformasi dan berinovasi.

Kekuasaan baru yang diberikan kepada sebuah lembaga non-pemerintah, yang dibentuk oleh dan terdiri dari perwakilan Dewan Pers, hanya akan menguntungkan sejumlah penerbit berita tradisional saja dengan membatasi konten yang dapat ditampilkan di platform Google.

“Google dan YouTube telah lama mendukung pertumbuhan ekosistem berita digital di Indonesia dan kami ingin terus melanjutkannya. Kami pun tidak menampilkan iklan atau memperoleh uang di Google News,” kata Browning.

Dijelaskan, pada tahun 2022, Google mengirim lebih dari satu miliar kunjungan situs bagi media di Indonesia dalam setiap bulannya, tanpa biaya, dan membantu mereka mendapatkan penghasilan melalui iklan dan langganan baru. 

Sejak tahun 2019, tulis Browning, Google membuat komitmen pendanaan untuk melatih hampir 1.000 penerbit berita di Indonesia melalui Local News Foundry dan Digital Growth Program.

Dalam hal ini, Google juga mengucurkan pendanaan dan bermitra dengan CekFakta untuk membantu mereka membentuk jaringan dengan 59 media untuk melawan misinformasi dan membangun literasi digital.

“Kami telah memberikan pelatihan keterampilan digital kepada lebih dari 36.900 jurnalis dan mahasiswa jurnalisme dari 568 media dan 175 universitas dari seluruh penjuru negeri sejak 2018,” kata Michaela Browning.

Menurut Michaela Browning, pihaknya tidak percaya bahwa rancangan Perpres Publisher Rigt akan memberikan kerangka kerja yang ajek untuk industri berita yang tangguh dan ekosistem kreator yang subur di Indonesia.

“Kami kecewa, tapi kami masih berharap agar dapat mencapai solusi yang baik dan tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan terkait, dan mendukung kelangsungan hidup seluruh penerbit berita, kecil maupun besar,” kata Michaela Browning. (*/Way)

Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS

KORANJURI.com di Google News