Soal Wacana Kasino di Bali, Pengusaha Wisata: Mending Tutup Prostitusi daripada Perjudian

oleh
Ilustrasi

KORANJURI.COM – Berbicara soal wacana adanya tempat perjudian Kasino di Bali memang menjadi kontroversial.

Wacana membangun Kasino di Bali yang dilontarkan kembali oleh politisi muda partai Golkar Agung Bagus Pratiksa Linggih atau Arsa Linggih, memicu beragam reaksi.

BACA JUGA
PHRI Klungkung Usulkan Pemerintah Bentuk Badan Pengelola Pariwisata di Nusa Penida

Pengusaha akomodasi pariwisata I Putu Darmaya yang juga ketua PHRI Kabupaten Klungkung mengungkapkan, ada sisi negatif sekaligus positif yang perlu dikaji lebih mendalam.

Ia mencontohkan, sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, Macau dan Hongkong melegalkan pusat perjudian seperti Kasino. Namun, mereka memiliki regulasi ketat dan tidak semua orang bisa mengakses permainan judi tersebut.

“Kasino akan berdampak positif jika orang lokal hanya bekerja sebagai tenaga kerja di Kasino, bukan untuk berjudi. Orang lokal tidak boleh main, dan masih banyak aturan yang intinya memperketat orang yang bisa mengakses,” kata Darmaya Sabtu, 10 Agustus 2024.

“Tapi kalau semua dibolehkan mengakses perjudian, termasuk orang lokal, itu sama saja bunuh diri,” tambahnya.

Selain itu, lokasi yang dipilih juga harus jauh dari pemukiman penduduk. Menurut Putu Darmaya, perjudian yang menjadi bagian dari hiburan juga terpisah dari hiburan pada umumnya seperti bar maupun cafe.

“Tidak ada unsur hiburan apapun selain kasino, dan akses menuju tempat itu harus sterilnya luar biasa,” ujarnya.

Di negara-negara Asia yang melegalkan perjudian, dirinya melihat pengunjung datang hanya untuk satu tujuan yakni, berekreasi olahraga ketangkasan tanpa prostitusi dan mengkonsumsi alkohol.

“Karena mau tidak mau, suka tidak suka, banyak orang Indonesia yang main judi di luar. Devisa kita hilang, justru terbalik kan,” kata Putu Darmaya.

Perputaran uang dari usaha perjudian yang dilegalkan menurut Darmaya sangat besar. Jika memungkinkan, regulasi harus benar-benar digodok secara matang oleh eksekutif dan legislatif.

“Dan harus dipastikan, jika regulasinya memenuhi syarat ada Kasino, harus ada CSR per KK, per KTP itu harus dapat gaji Rp5 juta tanpa kerja, atau orang yg ekonominya menengah ke bawah harus dapat Rp10 juta atau bagaimana,” jelas Putu Darmaya.

Sebelumnya, wacana terkait legalisasi perjudian di Bali pernah mencuat di kisaran tahun 2000-an. Selanjutnya, wacana mendirikan tempat judi Kasino sempat bergulir yang akan dipusatkan di kawasan Pulau Nusa Penida.

“Kalau judi itu kan orang engga telanjang. Apanya yang ditakutkan. Kan tidak ada. Saya lebih suka menutup prostitusi dari pada perjudian,” ujarnya. (Way)

KORANJURI.com di Google News