KORANJURI.COM – Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 menuai kontroversi dan disebut salah kaprah. Karena memuat tentang penyediaan alat reproduksi dari pemerintah untuk kalangan remaja.
Peraturan itu tercantum dalam pelaksanaan UU Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan. Terutama, pasal 103 mengenai upaya kesehatan sistem produksi usia sekolah dan remaja.
Penolakan juga dilontarkan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren Se Indonesia (MPW MP3I) Provinsi Bali Syeikh Fahmi At-Tamimi.
Menurut Fahmi, peraturan itu seakan memperbolehkan hubungan seksual di luar nikah, khususnya untuk anak usia sekolah dan remaja.
“Ini sesuatu yang sangat memprihatinkan, mohon setidaknya pemerintah mengkaji ulang UU tersebut, dan mencabut kembali serta merevisinya,” kata Fahmi, Sabtu, 10 Agustus 2024.
Fahmi menegaskan, penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja dinilai sangat tabu dan tidak mendidik. Bahkan, bisa dianggap melecehkan para pemuka agama.
“Selama ini tugas pemuka agama mendidik umat dan menghindari perilaku asusila yang menjadi musuh kita bersama,” jelas Fahmi.
Ia menekankan, regulasi untuk memberikan alat kontrasepsi kepada pelajar dan kaum remaja bukan menjadi solusi. Fahmi mengatakan, pemerintah seharusnya mengingatkan penguatan program pendidikan karakter dan keagamaan.
“Justru, pemerintah perlu melakukan pengawasan kalangan remaja di luar sekolah,” jelas Fahmi.
Presiden Joko Widodo meneken PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Aturan itu diteken Presiden Jokowi pada Jumat, 26 Juli 2024. Dalam Pasal 103 ayat 1 berbunyi upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Sementara, pada ayat 2 tertulis bahwa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi setidaknya berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan alat reproduksi, perilaku seksual berisiko dan akibatnya, keluarga berencana (KB), melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual, serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak. (Way)