Kasus Gugatan Hasil Pilbup Pesisir Selatan Masih Bergulir di MK

oleh
Foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Puluhan hingga ratusan sengketa Pilkada Serentak 2022 yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK) semuanya sudah divonis. Namun masih ada yang mengajukan gugatan hasil Pilkada yang sudah dua tahun berlalu. 

Salah satunya, hasil Pemilihan Bupati (Pilbup) 
Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat mengajukan gugatan kedua kalinya ke MK. 

Gugatan pertama atas hasil Pilbup Pessel diajukan tiga warga Pesisir Selatan, yaitu Sutarto Rangkayo Mulie, M Husni dan Nelly Armida.

Alasannya, pasangan yang meraih suara terbanyak versi KPU yakni, Rusma Yul Anwar berstatus terpidana kejahatan lingkungan.

Namun MK pada 15 April 2021 menolak gugatan ketiga warga dengan alasan ketiganya tidak memiliki kedudukan hukum karena bukan peserta Pilkada. Belakangan muncul gugatan kedua yang diajukan oleh lawan Rusma Yul Anwar yakni Hendrajoni.

Untuk diketahui, Hendrajoni adalah Bupati Pessel 2016-2021. Sedangkan Rusma saat itu  sebagai Wakil Bupati Pessel yang menang Pilkada dan dilantik untuk menjadi Bupati hingga 2024.

Dalam gugatan kali ini, Hendrajoni tidak mempersoalkan masalah selisih suara dirinya dengan Rusma Yul Anwar. Dia mempersoalkan isu konstitusionalitas, hukum, dan moral dari sejumlah Keputusan KPU Pessel.

Sebab, KPU Pessel tetap meloloskan Rusma Yul Anwar sebagai bupati, padahal berstatus terpidana. Padahal ada syarat SKCK saat mendaftar calon bupati.

Seharusnya SKCK tidak bisa dikeluarkan karena calon nomor urut 2 masih dalam proses peradilan atau status terpidana kasus lingkungan hidup. Atas dasar inilah pihak Hendrajoni menilai penyelenggaraan pilkada telah jauh menyimpang dari pemilu yang jujur dan adil.

“Fakta ini sudah jauh menyimpang dari pemilu jujur dan adil,” kata kuasa Hendrajoni, Oktavianus Rizwa, seperti dikutip dari website MK, Kamis (19/8/2021).

Menanggapi gugatan itu, KPU Pessel yang diwakili kuasa hukum Sudi Prayitno menyatakan MK tidak mempunyai kewenangan mengadili permohonan Pemohon.

Alasannya, salah satu objek permohonan sengketa Pilkada adalah keputusan Menteri Dalam Negeri yang tidak berkaitan erat dengan hasil perolehan suara pemilihan.

“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Karena selisih perolehan suara antara Pemohon dengan peraih suara terbanyak dalam Pilkada sudah melewati ambang batas 1% perbedaan perolehan suara yang diperbolehkan untuk mengajukan permohonan,” ujar Sudi.

Masalah status Rusma ketika pencalonan, KPU menyatakan tidak bisa menolak permohonan Rusma meski saat pendaftaran diwakili. Sebab, kehadiran calon saat pendaftaran dapat dikecualikan bagi yang berhalangan sepanjang dapat dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang. 

Sementara Ketua Bawaslu Pessel, Erman Wadison mengatakan, saat mendaftar, Rusman menulis dirinya sedang melakukan upaya hukum kasasi.

“Hasil klarifikasi termuat Rusma Yul Anwar sedang melakukan upaya hukum berupa kasasi terhadap dugaan tindak pidana yang melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ujar Erman.

Proses gugatan di atas kini masih diperiksa dan berlangsung di MK. Duduk sebagai ketua majelis panel hakim konstitusi Arief Hidayat dengan anggota hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan hakim konstitusi Manahan MP Sitompul.

Sebagaimana diketahui, Rusma Yul Anwar, yang berpasangan dengan Rudi Hariyansyah, memperoleh 128.922 suara (57,24%), jauh di atas Bupati Petahana Hendrajoni-Hamdanus 86.074 (38,22%), dan mantan Ketua DPRD Pesisir Selatan Dedi Rahmanto Putra-Arfianof Rajab yang hanya memperoleh 10.220 (4,54%).

Namun, sehari menjelang pelantikan Rusma sebagai bupati pada 26 Februari 2021, MA mengeluarkan putusan yang isinya menolak permohonan kasasinya dalam perkara pidana kusus lingkungan.

Rusma dijatuhi pidana 1 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan, sekaligus diperintahkan agar terdakwa ditahan. Atas keluarnya vonis kasasi itu, putusan menjadi berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan status Rusma adalah terpidana kejahatan lingkungan. Meski statusnya terpidana, Rusma tetap dilantik sebagai bupati oleh Mendagri.

Setelah kasasi ditolak Mahkamah Agung (MA), Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK). Kejaksaan Negeri (Kejari) Pesisir Selatan mengaku telah menerima surat permohonan PK dari Rusma.

“Permohonan PK sudah disampaikan oleh Bapak Rusma secara tertulis pada Jumat, 12 Maret, dan sudah kami sampaikan kepada pimpinan untuk proses lebih lanjut,” kata Kepala Kejari Pesisir Selatan Donna Rumiris Sitorus dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (20/3/2021).

Dijelaskan, meski PK sudah diajukan, sesuai aturan hukum perundang-undangan, tidak akan menunda eksekusi. Namun Donna mengatakan Kejari Pesisir Selatan masih menunggu petunjuk dari pimpinan terkait upaya eksekusi terhadap Rusma. (Bob)

KORANJURI.com di Google News