KORANJURI.COM – Ketua Pengurus Yayasan Peduli Kemanusiaan (YPK) Bali Elsye Suryawan mengungkap, jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Bali, jumlahnya cenderung meningkat setiap tahun.
Dia menyebutkan ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan metabolik itu. Menurut Elsye, pernikahan sedarah atau incest yang jamak terjadi memungkinkan terjadinya gangguan pada anak yang dilahirkan.
“Karena kita di sini sangat kompleks dengan yang namanya kasta, untuk mempertahankannya maka terjadilah pernikahan sedarah, dan inilah kejadiannya,” kata Elsye saat peringatan satu tahun instalasi Hati di Kura Kura Bali, Kamis (4/9/2025).
Ia mengatakan, untuk bebas dari pernikahan sedarah harus merujuk pada tujuh generasi. Dengan melihat pernikahan sedarah itu, Elsye mengatakan, di Bali sendiri ada kearifan lokal yang melarang pernikahan sedarah.
Secara medis, kata Elsye, praktik hubungan antara individu dalam garis keturunan dekat itu, juga tidak disarankan karena risikonya cukup tinggi.
“Kalau masih dua atau tiga generasi itu masih disebut incest misal dengan saudara sepupu atau keturunan dari paman, itu masih sedarah,” ujarnya.
Selain itu, pernikahan di atas usia ideal juga dapat memicu terjadinya kelahiran dengan kelainan. Termasuk, kehamilan di luar nikah yang tak diinginkan.
“Ketika berencana untuk menggugurkan ternyata bayinya masih terus bertumbuh ataupun dari kelainan gen sendiri dari orangtua, gizi buruk juga bisa,” kata Elsye.
Dari catatan Yayasan Peduli Kemanusiaan Bali, mayoritas kebutuhan khusus yang terjadi adalah keterbatasan fisik dan beberapa di antaranya mengalami disabilitas ganda, fisik dan mental.
“Tapi biarpun jumlah anak berkebutuhan khusus bertambah, syukurnya, ada awareness dari orang tua, kalau dulu umur 10 tahun, 17 tahun baru ada terapi. Tapi sekarang, usia balita, batita, orangtua sudah mencari tempat terapi,” kata Elsye. (Way)