“Juga media Legal yang didirikan berbadan hukum yang masih mempekerjakan, menampung atau merekrut Wartawan yang mempunyai ketrampilan jurnalistik tetapi tidak memiliki sertifikasi Kompetensi Wartawan,” jelas Yunus dalam paparannya.
Begitu juga sebaliknya, bahwa Pers/wartawan yang legal sebagai bentuk perlindungan dari UU ITE. Hal itu sesuai dengan Pasal 9 UU PERS (2), bahwa setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. Juga berdasarkan Surat Edaran Dewan Pers No. 01/SE-DP/I/2014 Tentang Pelaksanaan UU Pers dan Standar Perusahaan Pers.
Bagi wartawan, sesuai Peraturan Dewan Pers Nomor: 6 PeraturanDP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers No:03/ SK-DP/III/2006 Tentang Kode Etik Jurnalistik yang harus dipatuhi wartawan dalam menjalankan profesinya.
“Juga berdasarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-dp/Xi/2023 Tentang Standar Kompetensi Wartawan (Perubahan 2018),” ungkap Yunus.
Dia juga menjelaskan, adanya penyuluhan hukum ini, untuk meningkatkan profesionalitas para wartawan yang tergabung dalam Pewarta Purworejo, karena memang pada perkembangannya wacana adanya UU ITE jilid 2 ini diasumsikan sebagai pembelenggu kemerdekaan pers.
Namun UU tersebut, kata Yunus, diperbaharui sebenarnya menjadikan suatu kebebasan pers agar pers bisa menjalankan profesinya secara profesional, sesuai koridor yang diatur dalam kode etik jurnalistik, sehingga nantinya bisa membedakan mana wartawan yang profesional dengan yang abal-abal atau wartawan dadakan.
Dari UU ITE ini, tujuannya baik supaya dapat mengatur kaitannya dengan pemberitaan-pemberitaan, maupun secara substantif sehubungan dengan tujuannya adalah untuk menertibkan dan tidak ada keresahan masyarakat berkaitan dengan berita-berita bohong, ataupun fitnah dan lainnya.
“UU ITE ini mengatur sebagai satu pegangan bagi pers dan masyarakat pada umumnya agar bisa meningkatkan kadar profesionalitasnya,” terang Yunus.