KORANJURI.COM – Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengungkapkan 118.822 orang atau 14,9 persen populasi Pulau Dewata rentan gangguan kejiwaan.
Dari angka itu, 4,7 persen atau 5.546 orang di antaranya berstatus orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). Terbanyak ditemukan di Kabupaten Jembrana dan Bangli.
Menanggapi fenomena itu, dr. Amelia Dwi Nurulita Sugiharta, SpKJ dari BIMC Hospital Bali mengungkapkan, tanda-tanda gangguan kejiwaan perlu diwaspadai ketika sudah menetap.
“Kondisi yang perlu mendapat penanganan ketika gejala itu sudah menetap,” kata Amalia saat talkshow yang digelar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Denpasar, Kamis, 17 Juli 2025.
Konsultasi dibutuhkan ketika setres sudah mengganggu aktifitas sehari-hari, menyebabkan masalah kesehatan, setres berkepanjangan, sulit mengatasi atau berdampak pada hubungan, pekerjaan maupun prestasi.
Menurutnya, setres tidak dapat dihindari. Segala situasi yang menekan harus diterima terlebih dulu sebelum mengelolanya.
“Tidak ada masalah yang terlalu ringan dan tidak ada masalah yang terlalu berat, tergantung pemaknaannya seperti apa,” ujarnya.
Kondisi tekanan kejiwaan itu juga dikhawatirkan berdampak fatal jika tidak ditangani secara tepat.
Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri mencatat suicide rate di Bali mencapai 3,07 sepanjang 2023.
Artinya, ada tiga kematian akibat bunuh diri (bundir) per 100.000 orang. Angka ini menunjukkan lebih tinggi dari rata-rata nasional di kisaran 0,2%.
Dirut Padma Bahtera Medical Group I Dewa Nyoman Budiasa mengatakan, kesehatan seringkali berfokus pada fisik. Tapi ternyata mental juga butuh dijaga kewarasannya di bawah tekanan hidup yang berat.
“Hari ini kita menyelami bagaimana lingkungan kerja baik ekstrem maupun yang dialami sehari-hari bisa mempengaruhi mental. Yang terpenting, bagaimana bisa tetap tegar dan menemukan ketenangan,” kata Budiasa.
Luh Putu Anggraini SH pendamping hukum UPTD PPA kota Denpasar menyoroti pentingnya manajemen kasus terkait persoalan mental di masyarakat. Terutama bagi perempuan dan anak.
Data pengadilan negeri dan disdukcapil Denpasar tentang kasus perempuan anak tahun 2003-2004 tercatat 6 kasus pidana KDRT, 20 kasus pidana anak, 1.155 kasus perceraian dan 69 kasus permohonan dispensasi nikah perkawinan anak.
“Manajemen kasus dapat menjadi pendekatan yang dibutuhkan untuk menjamin anak dan keluarga memperoleh aset secara akses terhadap pelayanan yang tepat,” jelas Luh Putu Anggraini.
Sementara, talkshow kedua yang digelar SMSI Kota Denpasar mengangkat isu kesehatan mental. Fenomena kasus bunuh diri di Bali melatarbelakangi diskusi untuk menangani kasus mental health secara tepat.
“Data kesehatan dalam beberapa tahun terakhir bahwa Bali mengalami peningkatan kasus bunuh diri yang cukup mengkhawatirkan,” kata Ketua SMSI Kota Denpasar Igo Kleden. (Way)