KORANJURI.COM – Gubernur Bali Wayan Koster dalam Pesamuhan Agung di Gianyar, Senin (25/9/2019) kembali mempertegas komitmennya dalam program penguatan adat. Komitmen tersebut telah teraktualisasi dengan terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Bali No.4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali.
Peraturan ini bertujuan untuk memperkuat kedudukan, tugas, kewenangan Desa Adat, mengatur secara menyeluruh berbagai aspek yang berkaitan dengan Desa Adat, mempertegas dan mengembangkan Padruwen dan Utsaha Desa Adat.
Utsaha Desa Adat yang dimaksud dalam Perda terdiri atas Labda Pacingkreman Desa (LPD) Adat, Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA). Perda ini juga mengatur Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Adat serta Keuangan Desa Adat.
Masih dalam upaya penguatan adat, Pemprov juga menerbitkan Perda No. 7 Tahun 2019 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, yang berisi pembentukan OPD baru yaitu Dinas Pemajuan Masyarakat Adat.
Dinas ini secara khusus mengurus Desa Adat dan pertama kali dibentuk dalam sejarah Pemerintahan Provinsi Bali. Berikutnya dikeluarkan pula Peraturan Gubernur No. 34 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali yang mengatur, memperjelas, dan mempertegas Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Adat.
Anggaran Pendapatan Desa Adat bersumber dari Pendapatan Asli Desa Adat, Alokasi Dana Desa Adat dari Pemerintah Provinsi Bali, Bantuan Keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Sumbangan Dana Punia.
Anggaran Belanja Desa Adat terdiri atas Belanja Rutin dan Belanja Program. Anggaran untuk Desa Adat ditransfer langsung ke rekening Desa Adat, tidak lagi memakai mekanisme Bantuan Keuangan Khusus (BKK).
Selain mengeluarkan beberapa regulasi, Gubernur juga mengambil kebijakan pemberian bantuan sebesar Rp 300 juta untuk masing-masing Desa Adat dalam APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2020.
Total Alokasi Anggaran Desa Adat sebesar Rp 447,9 Milyar untuk 1.493 Desa Adat di Bali. Penggunaan Dana Desa Adat diatur dalam Petunjuk Teknis, yang terdiri dari Belanja Rutin maksimum sebesar Rp 80 juta meliputi, insentif untuk Bandesa Adat sebesar Rp 1,5 juta/bulan, Rp 18 juta/tahun. Insentif untuk prajuru ditentukan secara musyawarah, maksimum Rp 45 juta/tahun dan biaya operasional sebesar Rp 17 juta/tahun.
Sedangkan Belanja Program minimum sebesar Rp 220 juta, untuk Program Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Program wajib provinsi meliputi kegiatan menggali dan membina Seni Wali, Seni Bebali, dan Seni Tradisi yang ada di Desa Adat, kegiatan pasantian, kegiatan pembinaan/pelatihan seni Sekaa Sebunan yang ada di Desa Adat, Kegiatan Bulan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, Kegiatan Pembinaan dan Pengembangan PAUD / TK Hindu Berbahasa Bali (Pasraman).
Program Prioritas masing-masing Desa Adat yang diputuskan melalui Paruman Desa Adat.
Lebih dari itu, Pemprov Bali juga berencana membangun Kantor Majelis Desa Adat. Bangunan dengan 3 lantai tersebut menghabiskan anggaran sebesar Rp 9,5 milyar yang bersumber dari CSR. Gedung akan mulai dibangun awal Tahun 2020 dan nantinya digunakan sebagai Sekretariat Bersama Majelis Desa Adat, Majelis Kebudayaan, dan Forum Perbekel Provinsi.
Sedangkan pembangunan Kantor Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota yang menghabiskan anggaran sebesar sekitar Rp 7,5 Milyar, dananya bersumber dari CSR /APBD Kabupaten/Kota dan APBD Provinsi.
Pembangunan dimulai tahun 2020-2022. Bangunan berlantai tiga itu nantinya digunakan sebagai Sekretariat Bersama Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota dan Parisada Kabupaten/Kota.
Pembangunan kantor majelis desa adat menggunakan lahan milik Pemprov Bali, kecuali Kabupaten Badung menggunakan lahan Puspem. Lahan yang sudah siap untuk Kabupaten Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem, Klungkung, dan Tabanan.
Pembangunan Kantor Majelis Desa Adat Kabupaten Gianyar dibiayai dari APBD Gianyar. Kantor Majelis Desa Adat Kabupaten Bangli sekarang ini sudah ada, akan dilanjutkan dengan pengembangan.
Sedangkan untuk Kantor Majelis Desa Adat Kota Denpasar lahannya belum dapat.
Sementara Penguatan Perekonomian Berbasis Desa Adat meliputi, 1) penguatan Labda Pacingkreman Desa (LPD) Adat, 2) Pembentukan Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) dengan mengembangkan unit usaha sesuai potensi Desa Adat, membentuk unit usaha berjejaring, biaya pembentukan awal bisa memakai Dana Desa Adat dari APBD Provinsi/ Kabupaten/Kota, dan modal dari LPD atau BPD dengan bunga rendah maksimum 5% (di bawah KUR).
3). Bersinergi dengan BPD dan lembaga keuangan lainnya; 4) Penguatan SDM LPD dan Penyiapan SDM BUPDA; dan 5) Pemberdayaan Wirausaha Muda Lokal Desa Adat.
Pada bagian lain, Gubernur Wayan Koster juga mendorong sinergi Desa Adat dengan Desa/ Kelurahan. Menurutnya, sangat penting mengembangkan sinergi Desa Adat dengan Desa/ Kelurahan mengingat Desa Adat dan Desa/Kelurahan menangani masyarakat yang sama di masing-masing wilayah.
Desa Adat dan Desa/Kelurahan masing-masing memiliki sumber pendanaan dari Negara (APBD/APBN). Tahun 2020, Desa Adat mendapat anggaran sebesar Rp. 300 Juta, dari APBD Provinsi. Sedangkan Desa mendapat anggaran rata-rata Rp 1 milyar lebih dari APBN, dengan total Dana Desa sebesar Rp 657,8 milyar untuk 636 Desa di Bali. Desa juga mendapat anggaran ADD dari APBD Kabupaten/Kota.
Sinergi Desa Adat dengan Desa dalam menyelenggarakan Program akan mengoptimalkan penggunaan anggaran dalam Pembangunan Desa Adat/Desa. Dalam kerangka sinergi itu, Prajuru Desa Adat dengan Perbekel dan Perangkat Desa perlu duduk bersama guna melakukan pemilahan Program yang dilaksanakan oleh Desa Adat dan Desa, agar lebih terarah, fokus, efektif, efisien, tepat sasaran, dan bermanfaat untuk masyarakat.
Gubernur Koster meminta Desa Adat dan Desa/Kelurahan bekerjasama dalam pengelolaan/pengolahan sampah, termasuk sampah plastik sekali pakai. Desa Adat mengeluarkan Awig-awig/Pararem. Desa melakukan pengelolaan/pengolahan sampah dengan menggunakan Dana Desa dari APBN / APBD. Mengadakan kegiatan rutin minimum 2 kali dalam sebulan pada hari Minggu, berupa: Gerakan Semesta Berencana Bali Resik Sampah, termasuk sampah plastik; dan Menyelenggarakan kegiatan pengembangan Budaya Hidup Bersih.
Selain itu, Desa Adat dan Desa/Kelurahan agar secara bersama-sama menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi agar Krama Desa Adat dengan tertib dan disiplin menggunakan Busana Adat Bali pada hari Kamis; Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali; dan Produk pertanian, perikanan, dan industri kerajinan lokal Bali.
Desa juga diminta mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Bulan Bung Karno setiap bulan Juni mulai tahun 2020. Desa agar mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pembinaan seni budaya, pesantian, serta mendukung pendidikan PAUD/TK Hindu berbahasa Bali dalam bentuk Pasraman.
Desa juga ditugaskan melaksanakan kegiatan pembinaan seni budaya, pesantian, dan pendidikan PAUD / TK Hindu berbahasa Bali dalam bentuk Pasraman, menggunakan Dana Desa, Perbekel dan Perangkat Desa agar membantu secara sukarela administrasi pengelolaan keuangan Desa Adat.
Pemerintah Provinsi akan membentuk Tim Sinergitas Desa Adat dan Desa untuk menkosolidasi dan mengarahkan fokus dan priorias pembangunan Desa Adat dan Desa.
Sumber pendanaan dari APBN dalam bentuk Dana Desa, Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD Kabupaten/Kota, dan Dana Desa Adat dari APBD Provinsi agar dikelola secara terpadu, fokus, efektif, efisien, tepat sasaran, dan bermanfaat bagi masyarakat. Program Desa Adat dan Desa agar selaras dengan Visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ sebagai pelaksanaan pendekatan pembangunan Satu Kesatuan Wilayah: 1 Pulau, 1 Pola, dan 1 Tata Kelola.
Lebih dari itu, Pemerintah Provinsi akan membentuk Tim Pendamping bekerjasama dengan Perguruan Tinggi, ditugaskan di masing-masing Desa Adat untuk mengarahkan pelaksanaan pembangunan dan tata kelola Desa Adat sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali.
Dalam kesempatan itu, Gubernur yang didampingi Wagub Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawatisecara simbolis menyerahkan Daftar Isian Program Desa Adat (DIPDA) kepada 9 Majelis Desa Adat Kabupaten/Koa Se-Bali.
Kegiatan pasamuhan agung diisi penyampaian materi oleh sejumlah narasumber yaitu Kepala BPKAD terkait Juknis Pengelolaan Keuangan Desa Adat Sesuai Pergub No. 34 Tahun 2019, Ketut Sumarta membawakan materi terkait Tata Kelola Desa Adat, Dr. Gde Made Sadguna membawakan materi tentang pengembangan Desa Adat dan Desa.
Pada sesi dua, Kadis Kebudayaan Provinsi Bali membawakan materi Memperkuat Pembangunan Adat Istiadat, Seni, dan Budaya, Kadis PMD membawakan materi Sinkronisasi/Harmonisasi Program Desa Adat dan Desa.
Materi ketiga terkait Pendampingan Perbekel Dalam Administrasi Pengelolaan Keuangan Desa Adat dibawakan oleh Ketua Forum Perbekel Provinsi Bali. (*)