Sejak Reklamasi 1998, PT BTID dan Desa Adat Saling Dukung untuk Kemajuan Bersama

oleh
Komunikasi harmonis antara PT BTID selalu pengelola KEK Kura Kura Bali dengan warga Desa Adat Sedangkan, Denpasar - foto: Ist.

KORANJURI.COM – Desa Adat Serangan dan PT Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai pengelola KEK Kura Kura Bali, sejak lama berkolaborasi untuk saling mendukung.

Mangku Pura Pat Payung Jro Ketut Sudiarsa mengatakan, meski kerjasama tidak selalu terdengar di publik. Ikatan tidak hanya bersifat formal, tapi juga kekeluargaan.

Dalam setiap kegiatan adat, budaya,
tradisi dan agama, kebutuhan masyarakat lokal diakomodir. PT BTID menurutnya, menempatkan kebutuhan tradisi sebagai pondasi pembangunan KEK Kura Kura Bali.

“Keterbukaan untuk berkomunikasi selalu kita jalin dan jaga bersama. Tidak semua hal
perlu diumumkan, yang penting ada kepercayaan dan itikad baik,” kata Jro Ketut Sudiarsa, Kamis, 24 April 2025.

Jro Ketut Sudiarsa mengatakan, masyarakat adat tetap mendukung rencana KEK Kura Kura Bali ke depan. Terutama, terkait kelancaran pembangunan di kawasan.

Di sisi lain, pengelola kawasan juga memahami, untuk membangun ruang yang hidup tidak cukup hanya dengan infrastruktur. Tapi juga dengan menjaga hubungan baik
yang harmonis dengan semua pihak di Pulau Serangan.

“Semoga beliau Ida Betara Dalem Pat Payung memberikan jalan tuntunan agar apa yang
menjadi harapan dari pihak BTID tidak ada halangan dan dilancarkan, Rahayu,” ujarnya.

Opini yang bermunculan dari luar, kata Jro Ketut Sudiarsa, tidak menghapuskan kolaborasi yang sudah terjalin. Tapi justru terus berjalan tanpa ada kegaduhan di dalam.

Dia mengatakan, hubungan antara warga Desa Serangan dan BTID selalu baik. Komunikasi terjalin secara dua arah untuk mendapatkan solusi terbaik.

“Kawasan Kura Kura Bali bagian dari teritorial desa adat kami, sehingga perlu menjaga keharmonisan dari segala aspek. Kawasan ini menjadi impian yang tertunda kemarin, kami mendukung penuh agar pembangunan terealisasi,” kata Jro Ketut Sudiarsa.

Ia mengisahkan, berdasarkan kesepakatan di tahun 1998, PT BTID punya kewajiban menyerahkan lahan seluas 6,5 hektar kepada masyarakat adat.

Dalam perjalanannya, terealisasi seluas 7,3 hektar, belum termasuk jalan umum dan fasilitas lainnya.

BTID juga menyediakan lahan seluas 4 hektar untuk parkir yang digunakan setiap acara Galungan dan Kuningan di Pura Sakenan. Hal itu sudah berlangsung setiap tahun.

Sementara, Lurah Serangan, Ni Wayan Sukanami mengatakan, jembatan penghubung yang ada saat ini, dinilai sangat membantu warga.

Sebelum reklamasi tahun 1998, kata Wayan Sukanami, masyarakat yang akan bersembahyang ke Pura Sakenan harus menggunakan jukung. Saat air laut surut harus berjalan kaki.

“Kontribusi BTID kepada warga di Kelurahan Serangan dan Desa Adat Serangan sudah bagus dan banyak yang sudah diberikan,” kata Wayan Sukanami. (*/Way)

KORANJURI.com di Google News