KORANJURI.COM – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyerahkan kompensasi kepada penyintas terorisme yang menjadi korban Bom Bali I dan Bom Bali II.
Kompensasi diberikan kepada 37 korban dengan total Rp 7,785 milyar. Jumlah itu terbagi untuk korban meninggal dunia sebesar Rp 250 juta, luka berat Rp 210 juta, luka sedang Rp 150 juta dan luka ringan sebesar Rp 75 juta.
Dari 37 korban yang menerima kompensasi, 20 orang diberikan pada ahli waris korban meninggal dunia Bom Bali I dan Bom Bali II. Termasuk, korban terorisme di Poso. Masing-masing bantuan diberikan kepada 10 orang luka berat, 5 orang korban luka sedang dan 2 korban luka ringan
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati yang menghadiri acara penyerahan bangun itu mengatakan, terorisme merupakan salah satu masalah sosial yang sering terjadi di Indonesia. Tindakan terorisme yang terjadi di Bali beberapa tahun lalu telah menimbulkan korban jiwa maupun korban luka luka baik luka berat maupun ringan.
Aksi terorisme, kata Cok Ace, harus terus diwaspadai. Mengingat, bentuk gerakan dan perkembangan jaringannya selalu berubah sehingga sulit terlacak.
Cok Ace menambahkan, pemenuhan hak korban tindak pidana terorisme dalam bentuk kompensasi, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah inkrah, telah dibayarkan oleh LPSK kepada korban tindak pidana terorisme. Khususnya, di wilayah Provinsi Bali dalam peristiwa Bom Bali I dan II.
“Kami atas nama Pemerintah Provinsi Bali menyampaikan apresiasi atas penyerahan kompensasi korban tindak pidana terorisme. Saya berharap bantuan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya,” kata Cok Ace di Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Kamis, 4 Februari 2021.
Sementara, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, pemerintah pusat memberi perhatian kepada para penyintas terorisme, baik yang meninggal dunia maupun luka-luka.
“Kami harap kompensasi bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih strategis sehingga keluarga bisa lebih survive. Kami harap kompensansi dimanfaatkan secara lebih produktif dan kreatif dan tidak keperluan yang lebih konsumtif,” kata Hasto. (Way)