Dibongkar Polisi, Bagaimana Kartel Tembakau Gorila di Bogor Dikendalikan oleh Remaja?

oleh
Polisi membongkar home industry yang memproduksi tembakau gorila atau tembakau sintetis dari sebuah rumah di wilayah Kabupaten Bogor Jawa Barat - foto: Screenshot

KORANJURI.COM – Polisi membongkar home industry yang memproduksi tembakau gorila atau tembakau sintetis dari sebuah rumah di wilayah Kabupaten Bogor Jawa Barat. Polisi menangkap 9 pelaku pada 26-27 Mei 2021.

9 tersangka masing-masing, AH berperan sebagai kurir, MRN AF, C penjual dan di kelompok produksi RP, RA Ta dan M. Dalam pengungkapan itu, 185 kg ganja sintetis diamankan. Nilainya mencapai Rp 15 milyar. Para pelaku telah lebih dari setahun menjalankan bisnis haram tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menyebut, proses produksi tembakau sintetis itu dikelola dengan cukup rapi. Pelaku yang berusia rata-rata 20-24 tahun ini disebut sebagai kartel narkoba.

“Kalau teman-teman bisa liat, biarpun home industry tapi di setiap sudut terpasang CCTV. Setiap satu jam ada petugas piket yang melaporkan situasi dengan kode-kode tertentu,” kata Yusri, Senin, 31 Mei 2021.

Penyebutan kartel oleh Yusri mengacu pada jaringan yang rapi dan tidak pernah ketemu satu sama lain. Jaringan itu dikendalikan mulai dari produksi hingga pemasaran melalui media sosial. Setiap pelaku dalam sindikat itu, kata Yusri tidak pernah bertemu dengan ‘big boss’ berinisial G yang saat ini masih diburu.

Yusri mengatakan, sampai saat ini masih ada 5 DPO yang terus diburu petugas. Mengingat, untuk menyamarkan barang bukti, para pelaku mengemas tembakau gorila itu dalam bentuk makanan kering.

“Ini sudah merambah ke anak-anak kecil, makanya ini harus kita berantas. Masih terus dikembangkan mulai dari Pandeglang pengungkapan 6 kg dan sekarang yang terbesar yang kita lakukan,” jelasnya.

Kepada polisi, pelaku mengaku setiap hari mampu memproduksi 20 kg siap edar dalam kemasan makanan kering. Sementara, harga kemasan terkecil per 10 gram Rp 800 ribu. Sedangkan paket terbesar dijual hingga diatas Rp 5 juta.

“Tarif harga itu sudah ada di medsos, pembayaran dengan sistem transfer dan cash money yang dipungut oleh satu orang kemudian disetor secara transfer kepada pengendalinya,” kata Yusri. (Bob)

KORANJURI.com di Google News