Bali Antisipasi Wabah Virus Demam Babi Afrika

oleh
Kepala Dinas Peternakan Bali I Wayan Mardiana - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Sampai saat ini Bali dipastikan aman akan ancaman African Swine Fever (ASF) atau demam babi. Kadis Peternakan Bali I Wayan Mardiana memastikan, tidak ditemukan kasus yang mengarah pada ASF.

“Seperti kita tahu, di Indonesia, isu ASF hanya menjangkit di kawasan Sumatera Utara, dan di Bali kita telah lakukan antisipasi dengan tidak menerima kiriman daging babi dari luar,” jelas Wayan Mardiana, Jumat, 27 Desember 2019.

Menurut Mardiana, penyakit ASF dapat menyebar dengan cepat dengan tingkat kematian yang tinggi. Namun, virus tersebut tidak bisa ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit itu hanya menginfeksi babi, dengan masa inkubasi 5 sampai 20 hari.

Setiap hewan ternak babi yang terjangkit ASF dipastikan mati, mengingat penyakit itu belum ada obatnya. Dengan demikian, kerugian yang dapat ditimbulkan adalah kerugian ekonomi yang cukup besar.

“Kegananasannya bisa menyerang semua jenis babi piaraan. Termasuk babi hutan, hanya saja, babi hutan lebih resistan. Yang dikhawatirkan, babi hutan ini carrier yang bisa saja menularkan ke babi ternak,” jelasnya.

Bali menjadi salah satu wilayah dengan populasi babi terbesar di Indonesia. Saat ini, tercatat ada 10.002 peternak yang tersebar di 25 titik di seluruh Bali. Jumlah populasinya sebanyak 890 ribu ekor babi.

Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya penyakit African Swine Fever, Dinas Peternakan Provinsi Bali memberikan himbauan agar peternak saat ini, menghindari pakan babi dari makanan sisa hotel, restaurant dan terutama, makanan sisa dari pesawat.

Kekhawatiran itu dipicu atas kebiasaan wisman asal Tiongkok yang umumnya gemar membawa makanan dari negeri asalnya.

“Kami sudah koordinasi dengan instansi terkait seperti, otoritas bandara, Pelindo, maupun Dinas Kabupaten/Kota se Bali,” kata Mardiana.

“Juga ada surat instruksi dari Sekda yang melarang peternak memanfaatkan sisa makanan, terutama dari pesawat udara yang berangkat dari negara yang terinfeksi ASF, harus dimusnahkan makanan sisa yang ada,” tambahnya.

Kalau pun makanan sisa itu tetap dimanfaatkan, Mardiana menghimbau agar peternak mengolah kembali dengan pemanasan diatas suhu 70 derajat. Virus ASF akan mati dengan suhu panas tinggi. (Way)

KORANJURI.com di Google News