KORANJURI.COM – Pekerjaan infrastruktur Marina di kawasan Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali diperkirakan berlangsung 18 bulan.
Selama pengerjaan konstruksi bawah laut, di areal perairan akan dipasang silt protector atau tirai penghalang fisik fleksibel. Alat berfungsi mencegah penyebaran lumpur dan sedimen akibat pekerjaan konstruksi di perairan.
Sehingga akanbada pembatasan bersifat sementara. Selanjutnya, akan dibuka kembali setelah pekerjaan selesai dan area dinyatakan aman.

Namun, pemasangan silt protector itu memicu disinformasi di masyarakat. Hingga beredar video pelampung di kawasan Laguna KEK Kura Kura Bali yang menimbulkan beragam persepsi.
Kepala Komunikasi BTID Zefri Alfaruqy, menjelaskan, pelampung tersebut dipasang untuk melindungi ekosistem laut. Menurutnya, pelampung itu tetap dipasang, selama infrastruktur Marina Internasional dikerjakan.
“Pelampung tersebut hanya di pasang sementara waktu, selama proyek tersebut berlangsung kurang lebih 18 bulan ke depan,” kata Zefri, Senin, 17 November 2025.
“Tirai pengaman di perairan digunakan untuk mengendalikan kekeruhan air laut selama pekerjaan infrastruktur bawah laut berlangsung,” jelasnya.
Silt protector bukan penutupan laguna. Tapi, bagian dari langkah pengamanan lingkungan agar aktivitas pembangunan tidak berdampak pada perairan di luar area infrastruktur Marina.
“Tujuan pemasangan pelampung silt ini guna mengendalikan sedimen demi keselamatan kita semua dan perlindungan ekosistem laut,” kata Zefri.
PT. BTID Kura Kura Bali sebelumnya
menggelar sosialisasi bersama seluruh pemangku kepentingan terkait proyek Marina Internasional di KEK Kura Kura Bali pada Jumat, 3 Oktober 2025 lalu.
Kegiatan dihadiri oleh Perwakilan dari Distrik Navigasi Benoa, Komandan Pangkalan Angkatan Laut, Camat Denpasar Selatan, KSOP Benoa KBPP, Administrator KEK Provinsi Bali, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bali.
DPMPTSP Provinsi Bali, Satpol PP Provinsi Bali, Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar, Polairud, Polda Bali, Kanit Intel Polsek Denpasar Selatan, Babinsa, Bendesa Adat Serangan beserta Prajuru, kelompok nelayan, serta petani rumput laut.
Dalam forum itu rencana kerja disampaikan kepada peserta sosialisasi. Sekaligus, menerima masukan dari masyarakat dan otoritas terkait sehingga pembangunan berjalan transparan.
“Dalam forum tersebut, seluruh rencana kerja dipaparkan secara detail termasuk mitigasi dampak, dan pengaturannya. Tujuannya, untuk mendapatkan feedback dan dukungan dari para pemangku kepentingan,” jelas Zefri. (*/Way)





