KORANJURI.COM – SMPN 15 Purworejo, memberikan pelatihan seni tari dan budidaya anggrek di SDN Condongsari, Banyuurip. Adanya pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari MoU antara kedua belah pihak yang telah dilakukan sebelumnya.
Kepala SMPN 15 Purworejo Betty Indah Daluliyah, S.Pd., M.M.Pd., menyebut, bahwa adanya pelatihan tersebut merupakan praktik baik, sebagai bentuk pengimbasan kepada masyarakat yang dilakukan pihaknya sebagai sekolah penggerak.
“Semoga bisa bermanfaat dan memberikan nilai positif bagi kedua belah pihak,” ujar Betty, Rabu (04/10/2023).
Bejo Paryadi, S.Pd., Kepala SDN Condongsari mengungkapkan, baru pertama kali pihaknya menerima pengimbasan dari praktik baik ini. Selaku kepala sekolah, dirinya sangat mengapresiasi dan menyambut baik adanya pelatihan tari dan budidaya anggrek ini.
“Untuk yang budidaya anggrek, kita baru merintis. Dengan pelatihan ini, nantinya bisa dikembangkan di sekolah. Harapannya kedepan bisa dijadikan sebagai usaha sampingan, selain untuk keindahan sekolah,” ujar Bejo, ditemui di sela pelatihan budidaya anggrek.
Dalam pelatihan pertama, Rabu (04/10/2023), kata Bejo, diikuti oleh dua guru dan siswa. Dari mereka inilah, nantinya pengalaman dan pengetahuan tentang budidaya anggrek bisa ditularkan ke siswa atau guru lainnya.
Untuk pengimbasan pada pelatihan tari, menurut Bejo, siswa sangat antusias mengikutinya. Selama ini, latihan tari hanya dilakukan spontanitas ketika ada lomba atau pertunjukan. Nantinya, seni tari ini akan dijadikan ekstrakurikuler dengan pelatih guru dari SMPN 15 Purworejo, supaya anak-anak mengetahui seni tari yang sebenarnya. Dan di ajang lomba supaya bisa berbicara di tingkat kecamatan maupun kabupaten.

“Dengan adanya pelatihan ini, ada harapan kedepannya ada ilmu baru, pengembangan dari anggrek dan tari,” ungkap Bejo, yang juga berharap kedepannya SDN Condongsari bisa punya kegiatan dan menonjol baik di sisi akademik maupun non akademik (tari dan anggrek).
Eni Sri Sulastri, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Budidaya Anggrek SMPN 15 Purworejo menyampaikan, bahwa pihaknya memiliki tim beranggotakan 10 siswa yang sudah bisa menangkar anggrek, dari anakan dan diperbanyak. Khusus untuk perbanyakan dari botol, pihaknya baru akan memulai.
“Dari anakan sampai siap jual, baik yang sudah keluar bunga ataupun belum. Harga kisaran Rp 50 ribu hingga 150 ribuan, tergantung dari jenis dan ukuran. Untuk jenis anggrek yang dibudidaya antara lain, catlea, dendro, bulan dan bulan kecil (doritis),” jelas Eni, di sela memberikan pelatihan.
Dipilihnya anggrek sebagai budidaya, kata Eni, berawal dari coba-coba dengan menanam anggrek di pohon dan ternyata berhasil. Alasan lainnya, karena masih langka yang membudidayakan anggrek.
Kelebihan dari anggrek ini, ujar Eni, bisa lama dinikmati. Contohnya pada anggrek bulan bisa mencapai 3 bulan, dari awal muncul hingga bunga rontok.
“Proses budidaya tidak sulit dan anggrek memiliki penggemar tertentu. Kita sudah lama membudidayakan anggrek namun baru setahun belakangan ini mulai diperjualbelikan,” ungkap Eni.
Pada pengimbasan ke SD ini, menurut Eni, pada pelatihan yang pertama, bagaimana cara menanam anggrek baik itu yang muda, anakan atau memindahkan dari anakan. Pelatihan ini nantinya bisa diberikan berkali-kali, hingga peserta bisa mendiri melakukan budidaya.
“Harapannya biar anak-anak, khususnya di sekolah yang ingin belajar tentangnya budidaya anggrek bisa terlayani dan punya skill. Selain itu juga bisa menambah income,” kata Eni.
Dyah Ayu Pitaloka, S.Pd., guru seni dari SMPN 15 Purworejo sebagai pelatih tari menjelaskan, dalam pelatihan tari pertama, Rabu (04/10/2023, sekitar 50 an siswa peserta diberikan materi tentang gerak dasar tradisi, dari kepala hingga kaki. Dalam materi ini, ada gerakan dasar kepala, tangan, badan dan gerakan dasar kaki.
“Memperkenalkan anak nama dan bentuk gerakannya. Karena bagi mereka namanya mungkin masih asing, seperti nyekithing, nyempurit, ngrayung dan lainnya,” ujar Ayu di sela latihan.
Setelah memahami dengan gerakan dasar ini dilanjutkan dengan materi jenis tarian. Untuk yang perempuan akan dilatih tari Yapong dari Jatim dan siswa putra tarian Jaran Tekji. Setelah siswa sudah bisa memainkan, akan dilanjutkan dengan jenis tari-tari lainnya.
“Mereka supaya mengenal, ternyata tarian di Indonesia itu banyak ragamnya. Setiap daerah memiliki ciri khas berbeda. Misal tarian dari Jawa Tengah lebih lembut dibanding ciri khas tarian dari Jatim yang lebih energik,” kata Ayu.
Harapannya, sebut Ayu, mereka dapat mengenal kebudayaan Indonesia khususnya tari. Mereka bisa melestarikan melalui pembawaan dan penampilan. Selanjutnya mereka bisa mengajarkan ke teman-teman lainnya yang belum mengetahui tarian tersebut. Diharapkan nantinya ada pementasan, semisal pada acara perpisahan atau lainnya.
“Saya harapkan dari sekolah mengadakan event tertentu yang berkaitan dengan pengenalan seni terhadap masyarakat sekitar,” pungkas Ayu sambil menambahkan, nantinya seni tari ini akan dijadikan ekstrakurikuler tiap hari Jum’at, dengan pengaturan jadwal putra dan putri berbeda. (Jon)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS